Dirjen Migas Undang Pengusaha Jepang Berinvestasi di Indonesia

Selasa, 28 November 2017 - Dibaca 2322 kali

Jepang, Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Ego Syahrial menjadi pembicara dalam acara JOGMEC Techno Forum 2017 yang diprakasai oleh Jepang Oil, Gas and Metals National Corporation (JOGMEC) dan Ministry of Economy, Trade and Industry (METI) di Palace Hotel Tokyo, Jepang, Selasa (28/11). Dalam kesempatan itu, Dirjen Migas mengundang pengusaha Jepang untuk berinvestasi di proyek hulu dan hilir serta infrastruktur migas Indonesia yang tengah giat dikembangkan.

Mengawali sambutannya Ego memaparkan, Jepang merupakan salah satu mitra Indonesia sejak lama, termasuk juga kerja sama di sektor migas seperti kontrak jual beli LNG dan hulu migas di Proyek Masela dan Kangean. "Jepang juga merupakan salah satu investor terbesar kami dalam proyek hulu dan infrastruktur minyak dan gas bumi. Di era Presiden Joko Widodo, pembangunan infrastruktur energi telah menjadi salah satu prioritas utama nasional," kata Ego.

Minyak dan gas bumi masih memegang peranan penting dalam bauran energi nasional. Indonesia juga masih sangat tergantung pada energi fosil dan saat ini merupakan produsen sekaligus konsumen. Pada tahun 2016, konsumsi minyak Indonesia mencapai 1,6 juta barel per hari. Padahal produksinya hanya 830.000 barel per hari. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut, dilakukan impor sebanyak 780.000 barel per hari berupa minyak mentah dan produk. Untuk LPG, konsumsi Indonesia mencapai 6,6 juta MT, sementara produksi 2,1 juta MT. Artinya, dilakukan impor 4,5 juta MT.

Namun berbeda dengan gas, Indonesia masih mengekspor gas 2,4 juta BSCFD. Konsumsi gas mencapai 4,8 BSCFD dan produksinya 7,3 BSCFD.

Produksi minyak Indonesia berasal dari cadangan yang tersebar di seluruh wilayah. Total cadangan minyak Indonesia 7,2 miliar barel, sedangkan cadangan gas 144 TSCF. Saat ini terdapat 280 kontrak kerja sama yang aktif, terdiri dari 195 kontrak eksplorasi dan 85 kontrak eksploitasi.

Produksi minyak Indonesia mengalami penurunan karena lapangannya sudah tua serta tidak adanya penemuan minyak baru. "Ada banyak peluang investasi dalam pengembangan hulu migas di Indonesia," tegas Ego.

5f757b96beb8f4ed93e34c93bec0a8d4.jpg

Lebih lanjut Ego memaparkan, masih banyak cekungan migas yang belum dikembangkan karena terkendala biaya dan resiko tinggi. Baru 40% dari total 128 cekungan yang telah dieksplorasi dan eksploitasi. Pemerintah Indonesia sangat serius melakukan eksplorasi di wilayah timur Indonesia yang sebagian besar terletak di laut dalam dan lepas pantai. "Peluang investasi lainnya adalah Enhanced Oil Recovery (EOR). Baru-baru ini, beberapa lapangan tua di Indonesia telah menjadi proyek percontohan atau studi dalam menerapkan Enhanced Oil Recovery (EOR)/ Improved Oil Recovery (IOR). Teknologi ini diharapkan bisa meningkatkan produksi minyak nasional," tambah Ego.

Indonesia juga memiliki cadangan migas non konvensional yang cukup besar dan potensial untuk dikembangkan yaitu Coal Bed Methane sebesar 453 TCF dan Shale Gas 574 TCF.

Dalam kesempatan itu, Ego juga menjelaskan mengenai skema bagi hasil gross split yang diterapkan sejak 2017. Tujuan utama skema gross split adalah menarik investor untuk berinvestasi di hulu migas di Indonesia karena sistem pengadaannya lebih sederhana dan efisien. Kontraktor bisa mengatur biaya secara mandiri. "Gross split juga dikembangkan untuk memberikan solusi terhadap fluktuasi harga minyak karena skema ini fleksibel dan sensitif terhadap harga minyak. Jadi Anda bisa melihat bahwa Pemerintah Indonesia menawarkan solusi win-win baik pemerintah maupun kontraktor. Kami sangat terbuka untuk mendiskusikan lebih jauh jika pihak Jepang ingin mengetahui dan mempelajari sistem gross split," ungkap Dirjen Migas.

Pada saat ini, lanjut Ego, sejumlah proyek migas tengah berjalan seperti Jambaran Tiung Biru, Tangguh dan Masela. Total investasi yang dibutuhkan untuk setiap proyek bervariasi dari US$ 55 juta sampai US$ 16 miliar. Pemerintah Indonesia mengundang investor untuk berpartisipasi dalam proyek-proyek tersebut serta menyambut baik dukungan investor dari sisi teknologi, mengingat proyek-proyek tersebut sangat menantang dan memerlukan teknologi tinggi.

Dari sisi hilir, Indonesia berencana membangun kilang minyak baru dan peningkatan kapasitas kilang eksisting. Selain itu juga dikembangkan kilang minyak mini untuk mengakomodasi produksi dari kilang minyak marjinal.

"Manfaat lain dalam pengembangan kilang minyak mini adalah memenuhi permintaan BBM warga sekitar lokasi kilang. Pemerintah memperkirakan kilang minyak mini akan mendorong pertumbuhan ekonomi baik di daerah maupun nasional. Kapasitas kilang minyak mini adalah 20.000 barel. Kami memiliki 8 cluster yang berada di Sumatera, Kalimantan dan Maluku," ujarnya.

Dari sisi pemanfaatan gas, permintaan gas domestik rata-rata tumbuh 9% dan penggunaan permintaan gas untuk kebutuhan dalam negeri pada 2017 adalah 58%. Dari jumlah tersebut, sebanyak 23,53% digunakan untuk kebutuhan industri dan pembangkit listrik 13,67%.

Ego juga menyinggung mengenai komitmen Pemerintah untuk membangun infrastruktur migas. Saat ini, sebagian besar infrastruktur yang telah terbangun berlokasi di bagian barat Indonesia. Untuk itulah, Pemerintah berkeinginan untuk membangun infrastruktur di timur Indonesia, antara lain membangun sistem regasifikasi dan terminal penerima di Sulawesi, Papua dan Maluku.

Indonesia juga akan membangun virtual pipeline di 4 cluster yaitu Papua, Maluku, Nusa Tenggara dan Natuna. Pengelompokan ini untuk mengalirkan listrik di wilayah timur Indonesia. Salah satu contoh sukses virtual pipeline adalah FSU Benoa d Bali sebagai mini LNG pertama untuk pembangkit listrik. Dengan fasilitas ini, LNG dari Kalimantan dapat dimanfaatkan untuk pembangkit listrik di Bali.

"Kami menawarkan lebih banyak kesempatan di pasar domestik kita, terutama mengenai pengadaan fasilitas yang tidak tersedia/sangat terbatas di pasar domestik seperti jack up rig, jack up barge, self drilling unit, rig semi-submersible, deep water bor kapal dan juga floating production storage dan offloading," papar Ego lagi. (DK/TW)