Harga Minyak Dunia Jadi Tantangan Pencapaian PNBP Migas 2019

Selasa, 19 Maret 2019 - Dibaca 1050 kali

Jakarta, Pemerintah menargetkan penerimaan negara bukan pajak (PNBP) migas tahun 2019 sebesar Rp 168,62 triliun, lebih tinggi dibandingkan realisasi PNBP migas tahun 2018 yang mencapai Rp 150,33 triliun. Pencapaian target ini menjadi tantangan tersendiri lantaran rata-rata ICP selama Januari dan Februari 2019 di bawah ICP yang ditetapkan dalam UU APBN 2019 sebesar US$ 70 per barel.

Hal itu mengemuka dalam Rapat Kerja Menteri ESDM Ignasius Jonan dengan Komisi VII DPR, Selasa (19/3). Raker dipimpin Wakil Ketua Komisi VII DPR Tamsil Linrung.

Menteri Jonan memaparkan, dalam kurun tahun 2015 hingga 2018, realisasi PNBP migas rata-rata di atas Rp 80 triliun atau di atas target. Hanya tahun 2016 saja, target tidak berhasil dicapai. "Realisasinya hanya di tahun 2016 yang tidak tercapai. Ini PNBP termasuk apa yang dihasilkan di hulu migas," jelas Jonan.

Pada tahun 2018, PNBP migas mencapai Rp 150,33 triliun atau jauh di atas target Rp 86,46 triliun karena tingginya harga minyak dunia. Sebaliknya, penurunan harga minyak dunia dapat mempengaruhi pencapaian target. "Kalau untuk migas, satu-satunya acuan yang besar itu adalah kenaikan atau penurunan harga minyak mentah. Kalau (harga minyak) ini turun, ya mungkin sangat tidak mudah bagi kita untuk mencapai yang digariskan," tambah Jonan.

Berdasarkan data Kementerian ESDM, rata-rata ICP selama Januari dan Februari 2019 sekitar US$ 58 per barel, di bawah ICP dalam UU APBN 2019 sebesar US$ 70 per barel. Mengenai kemungkinan adanya usulan perubahan ICP dalam APBN 2019, menurut Menteri Jonan, tergantung pada Kementerian Keuangan.

"Dua bulan pertama (ICP) tidak tercapai. Kita lihat bulan-bulan selanjutnya bagaimana. Mungkin di bulan Mei atau Juni, saya tidak tahu Menteri Keuangan akan mengajukan perubahan asumsi makro atau tidak," tambahnya.

Meski pencapaian target PNBP migas menghadapi tantangan, Pemerintah telah melakukan kebijakan dan strategi untuk meningkatkan PNP migas yaitu perubahan kontrak kerja sama bagi hasil dari cost recovery ke gross split. "Ini akan mengurangi pembayaran cost recovery melalui APBN," ujar Menteri ESDM.

Upaya lainnya adalah meningkatkan pengawasan produksi migas, illegal tapping dan illegal drilling, menahan penurunan alamiah lifting migas dengan cara meningkatkan kegiatan pemboran, workover dan well service serta penerapan EOR.

Selain itu, pengendalian cost recovery pada kontrak sistem PSC, mempercepat persetujuan POD, POP, WP&B dan AFE. Juga, peningkatan penawaran WK baru migas, percepatan perpanjangan/alih kelola kontrak WK produksi migas serta penagihan sisa komitmen pasti yang tidak dilaksanakan. (TW)