Pemerintah Pertimbangkan Opsi Investor Boleh Pilih Skema Kontrak Kerja Sama Migas

Rabu, 27 November 2019 - Dibaca 603 kali

Jakarta, Untuk meningkatkan investasi di hulu minyak dan gas bumi, Pemerintah tengah mempertimbangkan opsi pemilihan skema kontrak kerja migas oleh investor yaitu gross split atau cost recovery.

Dalam Rapat Kerja dengan Komisi VII DPR, Menteri Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Arifin Tasrif mengungkapkan, opsi dua bentuk skema kontrak kerja sama ini merupakan hasil dialog dengan Kontraktor Kontrak Kerja Sama Migas (KKKS).

"Kami melakukan dialog dengan para investor di bidang migas. Kami tanyakan mana yang prefer, ada dua (gross split dan cost recovery)," kata Menteri Arifin, Rabu (27/11).

Dia melanjutkan, untuk lapangan baru yang terletak di daerah sulit serta beresiko tinggi, investor lebih memilih menggunakan skema kontrak cost recovery. Meski demikian, kontrak ini juga memiliki kekurangan yaitu harus direview tiap tahun dan proses yang memakan waktu.

"Semakin risk dan daerah remote, mereka pilih PSC (cost recovery). Komponen PSC itu bisa reasonable. Itu kami sudah pengalaman PSC dan kritik. Jadi ke depan kita lakukan perbaikan dan kami terbuka dengan investor. PSC juga ada satu keluhan, tiap tahun perlu review dan prosesnya lama," papar Arifin.

Sebaliknya untuk wilayah kerja eksisting yang potensi migasnya sudah pasti, kontrak gross split lebih menjadi pilihan.

Terkait opsi ini, Pemerintah sedang membicarakan revisi aturan yang mewajibkan KKKS menggunakan skema kontrak kerja sama gross split. "Kita sedang membahas revisi Permen ESDM," katanya.

Sejak tahun 2017, Pemerintah memberlakukan kontrak kerja sama migas skema gross split. Hingga saat ini, sebanyak 45 wilayah kerja (WK) migas telah menggunakan kontrak skema gross split, terdiri dari 17 WK hasil lelang, 23 WK terminasi dan 5 WK amandemen. Nilai komitmen eksplorasi yang diperoleh mencapai US$ 2,71 miliar atau sekitar Rp 40,7 triliun. Sementara bonus tanda tangan sebesar US$ 1,19 miliar atau Rp 17,8 triliun. (TW)