Sepuluh Tahun Mendatang, Indonesia Bakal Surplus Gas Hingga 1715 MMSCFD

Senin, 29 Agustus 2022 - Dibaca 444 kali

Jakarta, Potensi gas bumi Indonesia cukup menjanjikan dengan cadangan terbukti sekitar 41,62 TCF. Meski cadangannya tidak signifikan dibandingkan cadangan dunia, Indonesia masih memiliki 68 cekungan potensial yang belum tereksplorasi yang ditawarkan kepada investor. Berdasarkan Neraca Gas Indonesia 2022-2030, Indonesia akan mampu memenuhi kebutuhan dalam negeri dari lapangan migas yang ada. Dalam 10 tahun ke depan, Indonesia juga diperkirakan akan mengalami surplus gas hingga 1715 MMSCFD yang berasal dari beberapa proyek potensial.

"Indonesia dapat mengoptimalkan peran LNG. Seperti yang diproyeksikan dalam Neraca LNG Indonesia, akan ada peningkatan produksi LNG pada tahun 2028. Dalam 10 tahun ke depan, Indonesia akan mengalami surplus gas hingga 1715 MMSCFD yang berasal dari beberapa proyek potensial di berbagai wilayah Indonesia," papar Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Tutuka Ariadji ketika menjadi keynote speaker pada acara Workshop "Exploring Short-term Solutions to The Global Gas Crisis", Senin (29/8). Acara yang digelar secara hybrid ini merupakan rangkaian acara G20 Energy Transition Working Group 3 (ETWG 3) dan Energy Transitions Ministerial Meeting (ETMM), di mana Kementerian ESDM c.q. Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi bekerjasama dengan Economic Research Institute for ASEAN and East Asia (ERIA).

Proyek-proyek tersebut, antara lain Masela yang akan mulai berproduksi setelah pertengahan dekade ini dan Proyek IDD yang diharapkan dapat mendukung produksi LNG Bontang. Selain itu, Wilayah Kerja Andaman dan Agung yang diharapkan bisa berkontribusi dalam jangka panjang.

Tutuka memaparkan, produksi LNG Bontang tahun 2026 diperkirakan 27,7 kargo. Pada tahun berikutnya, produksi akan meningkat menjadi 56,2 kargo. Sejak selesainya ekspor LNG jangka panjang pada tahun 2025, semua produksi LNG diharapkan belum terkontrak. Sementara untuk produksi dari Blok Masela, diperkirakan pada tahun 2028, produksi LNG diperkirakan sekitar 149,2 kargo dan hingga tahun 2035 produksinya relatif stabil.

Sebanyak 64,3% produksi gas Indonesia pada tahun 2021, digunakan untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri dengan. total gas yang disalurkan adalah 5.734,43 BBTUD. Dari jumlah tersebut, sebesar 27,45% untuk kebutuhan industri, ekspor berupa LNG sebesar 22,18%, pupuk 12,08%, ekspor 13,14% dan listrik 11,90%. "Indonesia juga memanfaatkan gas untuk kebutuhan domestik LNG dan LPG masing-masing sebesar 8,56% dan 1,56%. Sebagian kecil dari sisa konsumsi adalah untuk gas kota dan gas untuk bahan bakar transportasi," jelasnya.

Terkait ekspor LNG, lanjut dia, Indonesia mengekspor LNG ke beberapa negara, dengan total volume ekspor 459,55 juta MMBTU pada tahun 2021. Untuk LNG hulu, China merupakan importir terbesar LNG Indonesia dengan volume 251,82 juta MMBTU, diikuti Republik Korea sebesar 80,23 juta MMBTU dan Jepang sebesar 63,76 juta MMBTU. Sedangkan di hilir LNG, Indonesia mengekspor total 110,98 juta MMBTU dengan tujuan utama Jepang, Republik Korea dan China Taipei.

Untuk mendorong lebih banyak investasi hulu di Indonesia, Pemerintah telah melakukan beberapa terobosan kebijakan terobosan, seperti fleksibilitas kontrak d mana investor dapat memilih skema PSC cost recovery atau PSC gross split, perbaikan syarat dan ketentuan dalam Penawaran Wilayah Kerja Migas, perbaikan insentif baik fiskal maupun non-fiskal, pengajuan izin secara online dan penyesuaian regulasi migas non konvensional.

Sementara terkait infrastruktur, Pemerintah Indonesia telah mengembangkan infrastruktur gas alam di seluruh wilayah. Sebagai negara kepulauan, pembangunan infrastruktur menjadi tantangan tersendiri, terutama di Indonesia bagian timur yang memiliki pulau-pulau kecil dan terpencil. Di Indonesia bagian barat, telah terbangun pipa eksisting, regasifikasi LNG mini, kilang LNG dan FSRU. Saat ini, tengah dibangun juga pipa yang menghubungkan hampir setiap wilayah di Sumatera dan Jawa dengan pipa transmisi. Di bagian timur, Pemerintah berencana mengembangkan FSRU dan regasifikasi mini LNG. Juga, program konversi pembangkit listrik tenaga diesel ke gas di 33 lokasi dengan total kapasitas 1.198 MW dan kebutuhan gas 83,74 BBTUD.

"Dari perspektif negara produsen, kami menekankan pentingnya peningkatan investasi gas bumi, baik hulu maupun hilir, untuk menjamin keamanan pasokan dan lebih jauh lagi untuk menstabilkan pasar gas. Hal ini dapat dicapai antara lain melalui kebijakan yang menciptakan iklim investasi yang lebih baik. Penting juga untuk mengembangkan lebih banyak infrastruktur untuk meningkatkan pemanfaatan gas alam. Lebih banyak pembiayaan dan investasi diperlukan untuk memperluas pembangunan infrastruktur," ungkap Tutuka.

Menutup paparannya Tutuka menyampaikan, Indonesia menyadari bahwa stabilisasi pasar gas global membutuhkan kerjasama dari semua pihak, termasuk produsen, konsumen, investor dan pemangku kepentingan lainnya. Diharapkan semua pihak dapat berkolaborasi dalam menemukan solusi jangka pendek untuk krisis gas global yang terjadi saat ini. (TW)