SKP Dipangkas, Investasi Hilir Migas Lebih Menarik

Kamis, 15 Maret 2018 - Dibaca 3407 kali

Jakarta, Pemerintah menghapuskan kewajiban Surat Keterangan Penyalur (SKP) BBM, LPG maupun BBG. Badan Usaha Niaga Umum BBM hanya wajib melaporkan penunjukan Penyalur kepada Menteri ESDM setiap bulannya. Dengan pemangkasan birokrasi ini, Pemerintah optimis investasi di hilir migas akan semakin menarik.

Penghapusan SKP tertuang dalam Peraturan Menteri ESDM Nomor 13 Tahun 2018 tentang Kegiatan Penyaluran Bahan Bakar Minyak, Bahan Bakar Gas dan Liquefied Petroleum Gas yang diteken Menteri ESDM Ignasius Jonan tanggal 21 Februari 2018.

"Sesuai Permen ESDM 13 Tahun 2018 tersebut, Badan Usaha Niaga Umum BBM hanya wajib melaporkan penunjukan Penyalur kepada Menteri ESDM melalui Direktur Jenderal Migas dan Badan Pengatur Hilir Migas setiap bulan. Penyalur yang telah ditunjuk oleh Badan Usaha Niaga Migas dapat menyalurkan BBM, BBG dan LPG setelah adanya Surat Perjanjian Kerjasama dengan Badan Usaha Pemegang Izin Usaha Niaga Migas," papar Direktur Pembinaan Usaha Hilir Migas Harya Adityawarman dalam acara Sosialisasi Peraturan Menteri ESDM Nomor 13 Tahun 2018 tentang Kegiatan Penyaluran Bahan Bakar Minyak, Bahan Bakar Gas dan Liquefied Petroleum Gas di Auditorium Migas, Kamis (15/3).

Dengan adanya pemangkasan SKP ini, menurut Harya, akan memudahkan badan usaha untuk melakukan kegiatan bisnisnya karena rantai birokrasi kini menjadi lebih pendek. "Kalau badan usaha sudah pasti lebih senang tidak ada SKP. Rantai birokrasinya yang harusnya dia mengurus SKP, sekarang dengan adanya surat kerja sama, sudah bisa melakukan kegiatan (bisnis)," katanya.

Terkait kewajiban pelaporan penunjukan penyalur, laporan Badan Usaha Niaga Umum BBM harus memuat data-data yaitu nama penyalur, akta pendirian, Tanda Daftar Perusahaan (TDP), NPWP, dokumen keselamatan sesuai dengan peraturan perundangan, dokumen lingkungan, izin lokasi dari Pemda/Pemkab serta dokumen kepemilikan dan/atau penguasaan sarana dan fasilitas penyalur.

Selanjutnya, Ditjen Migas menindaklanjuti laporan Badan Usaha Pemegang Izin Usaha Niaga Migas dengan melakukan pencatatan dan akan mempublikasikan Daftar Penyalur masing masing Badan Usaha Niaga Migas pada website Ditjen Migas (www.migas.esdm.go.id).

Penunjukan penyalur berlaku paling lama sampai dengan berakhirnya Izin Usaha Niaga Minyak dan Gas Bumi yang dimiliki Badan Usaha Niaga Migas. "Penyalur hanya dapat menerima penunjukan penyaluran dari satu Badan Usaha Niaga Migas untuk masing-masing jenis komoditas BBM, BBG atau LPG," tambah Harya.

Dalam aturan ini diatur pula, untuk penyaluran BBM jenis Tertentu (JBT) dan/atau Jenis Penugasan (JBKP), Badan Usaha Pemegang Izin Usaha Niaga BBM yang diberikan penugasan, wajib menunjuk penyalur yang menyediakan sarana fasilitas di wilayah penugasan.

Ditetapkan juga, penyalur wajib menyediakan BBM JBT/JBKP pada subpenyalur yang telah ditetapkan. Pengaturan subpenyalur dilakukan oleh BPH Migas.

Pelanggaran atas ketentuan dalam Permen ESDM Nomor 13 Tahun 2018 ini, akan dikenakan sanksi. Direktur jenderal atas nama Menteri ESDM memberikan sanksi administratif berupa teguran tertulis, penghentian kegiatan sementara atau pencabutan izin.

Sedangkan penyalur yang melanggar, Dirjen Migas melalui Badan Usaha Niaga Umum BBM, memberikan sanksi berupa pemutusan perjanjian kerja sama penyaluran dan penutupan kegiatan penyaluran BBM, BBH dan/atau LPG.

Sosialisasi Permen Nomor 13 Tahun 2018 ini dihadiri oleh Komite BPH Migas Henry Ahmad, PT Pertamina, asosiasi dan badan usaha hilir migas. (TW)