Wamen Arcandra Tahar Jadi Pembicara Migas Goes To Campus di ITS

Jumat, 24 November 2017 - Dibaca 1211 kali

Surabaya, Wakil Menteri ESDM Arcandra Tahar tampil sebagai pembicara pada acara Migas Goes To Campus (MGTC) di Institut Sepuluh November (ITS), Jumat (24/11). Kegiatan ini merupakan kerja sama Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian ESDM dengan ITS.

Kesempatan bertatap muka dengan Wamen ini, disambut antusias oleh para mahasiswa maupun pimpinan kampus. Sekitar 200 mahasiswa ikut serta dalam acara ini.

Sementara dari pimpinan kampus, hadir Rektor ITS Prof. Joni Hermana, Wakil Rektor ITS Ketut Buda Artana, Kepala Departemen Teknik Kelautan Rudi Walujo serta Prof Eko Budi Djatmiko sebagai pembicara kedua.

Wamen ESDM menyajikan topik mengenai tata kelola hulu migas Indonesia guna mendorong pertumbuhan industri migas dalam negeri. Mengawali paparannya, Wamen Arcandara menyatakan, terdapat beberapa negara yang memiliki tata kelola seperti Indonesia yaitu Brazil, Norwegia, Algeria, Meksiko dan Nigeria. Diantara negara tersebut, Norwegia merupakan negara yang memiliki prinsip pengelolaan SDA yang mirip seperti Pasal 33 UUD 1945.

336f61f3390e56d32db092680ede712e.jpg

Saat ini, cadangan minyak terbukti Indonesia sebesar 3,3 miliar barel. Dibandingkan dengan negara lainnya seperti Venezuela dan Saudi Arabia, cadangan migas Indonesia tidaklah besar. Cadangan minyak Indonesia nomor 29 di duniaLebih lanjut Arcandra memaparkan, kondisi aktivitas hulu migas Indonesia sekarang ini mengalami penurunan investasi dan cadangan terbukti. Aktivitas eksplorasi yang juga turun. "Reserve Replacement Ratio (RRR) Indonesia hanya 50%. Jauh di bawah Australia, Malaysia dan Vietnam yang di atas 100%," tambahnya.

RRR adalah perbandingan antara jumlah produksi migas yang diproduksikan dengan penemuan cadangan.

Dipaparkan Arcandra, waktu yang dibutuhkan untuk memproduksikan minyak sejak first discovery, pada tahun 70-an kurang dari 5 tahun. Sedangkan pada tahun 2000-an, mencapai 15 tahun.

Kenyataan lainnya, realisasi produksi tahun 2016 mencapai 829.000 bpd. Padahal, Indonesia pernah mencapai puncak produksi 1,5 bopd pada tahun 1977 dan 1994.

Sebelum tahun 2017, papar Arcandra, skema bagi hasil yang digunakan adalah cost recovery. Namun mulai tahun 2015 dan 2016, cost recovery lebih tinggi dari penerimaan migas negara. Oleh karena itu, Pemerintah menawarkan skema bagi hasil gross split.

Dia mengatakan, tiga prinsip gross split adalah pertama, certainty yaitu parameter pemberian insentif jelas dan terukur sesuai dengan karakter/tingkat kesulitan pengembangan lapangan.

2030b64cfec32279d08378fbd4869ea1.jpg

Kedua, simplicity yaitu mendorong bisnis para kontraktor hulu migas (KKKS) dan SKK Migas menjadi lebih sederhana dan akuntabel. Dengan demikian, sistem pengadaan yang birokratis dan perdebatan yang selama ini terjadi berkurang.

"Terakhir efisiensi, mendorong para kontraktor migas dan industri penunjang migas untuk lebih efisien sehingga lebih mampu menghadapi gejolak harga minyak dari waktu ke waktu," jelas Wamen.

Bagi hasil kontraktor dalam gross split terdiri dari 3 komponen yaitu base split, komponen variabel dan komponen progresif. TKDN memiliki peran penting karena menjadi salah satu komponen penambahan split kontraktor. "Kontrak bagi hasil gross split tidak hanya menguntungkan Pemerintah, tetapi juga kontraktor," tegasnya.

Acara MGTC diisi pula dengan sesi tanya jawab. Wamen berkesempatan memberikan pertanyaan kepada mahasiswa dan bagi pemenangnya diberikan hadiah.

Migas Goes to Campus merupakan agenda rutin Ditjen Migas KESDM sejak tahun 2015 dan telah diselenggarakan di berbagai universitas seperti Universitas Gajah Mada dan Universitas Indonesia. MGTC diharapkan dapat menjadi jembatan Pemerintah dengan civitas akademisi untuk menentukan kebijakan yang baik dan adil dalam pengelolaan migas Indonesia. (TW/NK)