Ada Yang Ekspor Ore, Berarti Ilegal....

Selasa, 25 Februari 2014 - Dibaca 4283 kali

JAKARTA - Pembangunan industri pemurnian dan pengolahan (smelter) didalam negeri memberikan banyak keuntungan bagi bangsa Indonesia. Industri mineral dan kegiatan disekitarnya akan tumbuh seiring meningkatnya nilai tambah mineral tersebut. Meski saat ini pendapatan negara menurun dan sedikit menimbulkan gejolak, namun diyakini kondisi seperti ini tidak akan berlangsung lama dan berganti dengan kondisi sebaliknya.

Proses pemurnian akan meningkatkan harga jual produk mineral menjadi 600 kali lipat jika dibandingkan dengan hanya menjual bahan mentah, bahkan menurut Wakil Menteri ESDM, Susilo Siswoutomo ada yang meningkat nilai jualnya hingga mencapai 100 kali lipat setelah diolah dan dimurnikan. "harga yang biasanya USD 50 per ton dalam bentuk ore begitu diolah menjadi nickel atau ferro nickel harganya menjadi USD 2500 atau USD 3000, berapa kali lipat, 60 kali lipat, ada yang ratusan kali lipat,"ujar Susilo di acara seminar " Undang-Undang Minerba 2014 Apa Kabarnya," di Jakarta, Selasa (25/02/2014).

Jadi lanjut Susilo, "dari semua kondisi tadi, tanpa adanya pengolahan, bertahun-tahun siapa yang kaya, mana itu sumber daya alam untuk kesejahteraan rakyat kalau kita tidak lakukan pelaksanaan undang-undang itu".

" Mulai 12 Januari 2014, bahan mentah atau ore tidak boleh diekspor, kalau ada yang ekspor ore, berarti, ilegal, yang boleh diekspor adalah yang sudah dalam bentuk olahan dan harus sudah mempunyai roadmap membangun smelter dan persyaratan tertentu lainnya," ujar Susilo.

Sejak tanggal 12 Januari tersebut ditambahkan Susilo, seluruh kegiatan eskpor mineral terhenti kecuali beberapa perusahaan yang sudah melakukan pengolahan, karena lanjut Susilo, Bea Cukai dan Kementerian Perindustrian dan Perdagangan, tidak akan mengeluarkan izin ekspor kalau tidak ada surat rekomendasi izin ekspor hal ini menyebabkan otomatis kegiatan ilegal terhenti semuanya. Hal ini memberi dampak yang baik untuk negara.

Terkait dengan kebijakan ini Direktur Jenderal Mineral Dan Batubara, R. Sukhyar mengatakan, sudah sejak jaman Belanda kita mengekspor bahan mentah dan program hilirisasi itu tidak membolehkan ekspor raw material. " Cukup sudah mengekspor bahan mentah, sudah lama kita mengekspor bahan mentah, sejak jaman Belanda. Bauksit itu sudah kita ekspor sejak 1938, sampai hari ini kita belum mampu mengolah dan memurnikan, kita baru memulainya di Tayan. Kita juga ingin menjadi negara maju, masa kita berpuluh-puluh tahun kita terus mengekspor bahan baku," ujar R. Sukhyar.

Sudah saatnya kita menjadi negara maju yang berbasiskan industri, tidak lagi mengandalkan sumber daya alam sebagai modal untuk pertumbuhan. Korea dan Jepang merupakan dua negara maju yang dahulu memiliki sumber daya alam dan mengolahnya menjadi barang jadi. Akankah kita terus menghidupi industri negara lain dengan harga murah, hingga habis sumber daya kita. Sudah saatnya kita memilih, tahun 2014 merupakan tahun pembenahan sektor mineral dan batubara untuk keuntungan bangsa Indonesia, bukan kepentingan sesaat dan sedikit orang saja. (SF)

Bagikan Ini!