CBM, Salah Satu Kebanggaan Indonesia

Rabu, 15 Februari 2012 - Dibaca 4795 kali

JAKARTA - Sejak tahun 2008, Indonesia mulai mengembangkan gas metana batubara (Coal Bed Methane/CBM). Hingga saat ini, tercatat telah ditandatangani 39 kontrak kerja sama CBM dan telah menghasilkan listrik. CBM merupakan salah satu kebanggaan Indonesia.

"CBM salah satu kebanggaan kami. Di Indonesia sedang dikembangkan. Bahkan tahun 2011, sudah menghasilkan listrik dari CBM, meskipun kecil," kata Dirjen Migas Kementerian ESDM dalam seminar di Gedung KNPI, Jakarta.

CBM yang telah menghasilkan listrik tersebut berlokasi di Wilayah Kerja Sanga-Sanga, Kalimantan Timur yang dikelola Virginia Indonesia Co. CBM Limited (VICO). KKKS tersebut akan memasok CBM untuk PT PLN sebesar 0,5 MMSCFD untuk jangka waktu minimal 5 tahun. PLN akan menggunakan gas tersebut sebagai bahan bakar untuk tenaga listrik yang akan didistribusikan bagi desa-desa yang terletak di dalam atau sekitar wilayah kerja itu.

Berdasarkan Road Map Pengembangan CBM di Indonesia, pada tahun 2015 ditargetkan dapat dihasilkan listrik dari CBM sebesar 500 MMSCFD. Pada tahun 2020, diharapkan meningkat menjadi 1.000 MMSCFD dan 1.500 MMSCFD pada tahun 2025.

CBM adalah gas alam dengan dominan gas metana dan disertai sedikit hidrokarbon lainnya dan gas non-hidrokarbon dalam batu bara hasil dari beberapa proses kimia dan fisika. CBM sama seperti gas alam conventional yang kita kenal saat ini, namun perbedaannya adalah CBM berasosiasi dengan batubara sebagai source rock dan reservoir-nya. Sedangkan gas alam yang kita kenal, walaupun sebagian ada yang bersumber dari batu bara, diproduksikan dari reservoir pasir, gamping maupun rekahan batuan beku. Hal lain yang membedakan keduanya adalah cara penambangannya di mana reservoir CBM harus direkayasa terlebih dahulu sebelum gasnya dapat diproduksikan.

CBM diproduksi dengan cara terlebih dahulu merekayasa batubara (sebagai reservoir) agar didapatkan cukup ruang sebagai jalan keluar gasnya. Proses rekayasa diawali dengan memproduksi air (dewatering) agar terjadi perubahan kesetimbangan mekanika. Setelah tekanan turun, gas batu bara akan keluar dari matriks batubaranya. Gas metana kemudian akan mengalir melalui rekahan batu bara (cleat) dan akhirnya keluar menuju lobang sumur. Puncak produksi CBM bervariasi antara 2 sampai 7 tahun. Sedangkan periode penurunan produksi (decline) lebih lambat dari gas alam conventional.

Cadangan CBM Indonesia tersebar dalam 11 cekungan. Dengan cadangan 453,3 TCF, Indonesia termasuk nomor 6 di dunia, berdasarkan evaluasi yang dilakukan Advanced Resources International, Inc (ARI) tahun 2003. Rusia menempati posisi teratas dengan cadangan sekitar 450-2.000 TCF. Selengkapnya hasil evaluasi ARI mengenai cadangan CBM di dunia, sebagai berikut:

  1. Rusia: 450-2.000 TCF
  2. China: 700-1.270 TCF
  3. Amerika Serikat: 500-1.500 TCF
  4. Australia/New Zealand: 500-1.000 TCF
  5. Kanada: 360-460 TCF
  6. Indonesia: 400-453 TCF
  7. Afrika bagian Selatan: 90-220 TCF
  8. Eropa bagian Barat: 200 TCF
  9. Ukraina: 170 TCF
  10. Turki: 50-110 TCF
  11. India: 70-90 TCF
  12. Kazakhstan: 40-60 TCF
  13. Amerika bagian Selatan/Meksiko: 50 TCF
  14. Polandia: 20-50 TCF.
Cadangan CBM Indonesia terutama berlokasi di Sumatera Selatan sebesar 183 TCF, Barito 101,6 TCF, Kutai 80,4 TCF dan Sumatera Tengah 52,5 TCF. (TW)

Bagikan Ini!