Hilirisasi, Kunci Pemanfaatan Hasil Tambang yang Optimal

Kamis, 24 September 2020 - Dibaca 7360 kali

KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL

REPUBLIK INDONESIA

SIARAN PERS

NOMOR: 288.Pers/04/SJI/2020

Tanggal: 24 September 2020

Hilirisasi, Kunci Pemanfaatan Hasil Tambang yang Optimal

Undang-Undang Nomor 3 tahun 2020 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara mengamanatkan agar tidak lagi melakukan ekspor bahan mentah. Hilirisasi di sektor mineral dan batubara (minerba), dikatakan Menteri Energi Dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif adalah kunci pengoptimalan dari produk-produk pertambangan minerba.

"Di sektor (pertambangan) ini memang kalau mau dioptimalkan jalannya adalah hilirisasi, bagaimana kita bisa memanfaatkan bahan-bahan mentah ini menjadi produk-produk lanjutan yang mempunyai nilai tambah yang lebih tinggi. Ini yang harus kita lakukan, meningkatkan nilai tambah dengan hilirisasi," kata Menteri ESDM Arifin Tasrif, Rabu (23/9).

Kebijakan hilirisasi ini harus direspon dengan industri-industri hilirnya, karena menurut Arifin, industri pendukung inilah yang akan menampung hasil dari produk yang sudah di hilirisasi.

"Kita harus merespon kebijakan hilirisasi itu dengan industri-industri hilirnya, industri hilirnya inilah yang harus kita kembangkan untuk menampung ini," terang Arifin.

Dalam undang-undang minerba yang baru, lanjut Arifin, sudah disyaratkan harus ada program hilirisasi, jadi setiap produk pertambangan minerba harus diproses lebih lanjut, seperti misalnya untuk produk batubara, bisa diproses misalnya menjadi sintesis gas untuk produk-produk petrokimia, ditingkatkan nilai kalorinya sehingga dapat digunakan untuk industri-industri baja.

Hilirisasi akan menjadi andalan kedepan untuk berkontribusi pada penerimaan negara, selain dari pajak dan dari batubara. Gasifikasi batubara juga dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan gas untuk rumah tangga. Kemudian untuk mineral, ada tembaga, nikel, emas, timah, bauksit dan alumunium, semuanya itu merupakan bahan baku industri-industri berat yang bisa dioptimalkan pemanfaatannya di dalam negeri.

"Produk-produk tersebut baru separuh jalan saja sudah menghasilkan devisa yang besar. Misalnya untuk nikel, dari produk ini sudah didapat devisa sebesar USD10 miliar. Penerimaan dari mineral ini akan terus bertambah besar seiiring tumbuhnya industri hilirisasi untuk meningkatkan nilai tambah itu," pungkasnya.

Kebijakan hilirisasi produk-produk pertambangan adalah kebijakan strategis nasional untuk meningkatkan nilai tambah dan meningkatkan penerimaan negara. Kementerian ESDM sendiri memproyeksikan, pada 2022 mendatang ada 52 unit smelter yang beroperasi, terdiri dari smelter nikel sebanyak 29 buah, 9 smelter bauksit, 4 smelter besi, 4 smelter tembaga, 2 smelter mangan, serta 4 smelter seng dan timbal. (SF)

Kepala Biro Komunikasi, Layanan Informasi Publik dan Kerja Sama

Agung Pribadi (08112213555)

Bagikan Ini!