Hilirisasi Nikel Demi Nilai Tambah Bangsa Indonesia
KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL
REPUBLIK INDONESIA
SIARAN PERS
NOMOR: 262.Pers/04/SJI/2020
Tanggal: 28 Juli 2020
Hilirisasi Nikel Demi Nilai Tambah Bangsa Indonesia
Hilirisasi di sektor mineral dan batubara (minerba) telah menjadi amanat Undang-Undang (UU) Nomor 3 tahun 2020 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara. Kewajiban hilirisasi yang melekat pada industri pertambangan tidak lain adalah untuk memberikan nilai tambah bagi hasil tambang.
"Memang kewajiban dari industri pertambangan adalah membangun proses hilirisasi, jadi wajib membangun smelter. Diamanatkan dalam UU Nomor 4/2009 dan kemudian juga UU Nomor 3/2020. Kita memang mewajibkan pengolahan sumber-sumber mineral kita, harus diolah lebih lanjut sehingga bisa memberikan nilai tambah," ujar Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif, Senin (27/7).
Saat ini, ujar Arifin, ada 48 proyek smelter nikel yang ditargetkan seluruhnya dapat beroperasi pada tahun 2024, terlepas dari kendala yang dialami para investor akibat pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) maupun kesulitan lainnya.
"Memang saat ini ada, khususnya smelter nikel, ada 48 proyek yang kita harapkan bisa selesai di 2024. Memang sekarang ada kendala yang timbul yang diakibatkan kondisi sekarang dan juga kesulitan lain dari industri pertambangan untuk membangun smelter," lanjutnya.
Maka dari itu, Arifin mengatakan, Kementerian ESDM terus berupaya untuk menjembatani kebutuhan para investor tersebut untuk dapat merealisasikan proyek smelter yang sudah direncanakan. Hal tersebut juga untuk mewujudkan cita-cita Indonesia di sektor minerba.
"Cita-cita Indonesia, nanti untuk bisa membangun industri hilirisasi dari hulu ke hilir yang memberikan nilai tambah yang tinggi, juga menyerap tenaga kerja, dan hal positif lain yang akan bisa diterima oleh Indonesia. Jadi Kementerian ESDM mendukung penuh program hilirisasi yang memang sudah kita canangkan. Mudah-mudahan dalam waktu yang sudah kita targetkan cita-cita ini bisa kita capai," tutur Arifin.
Hilirisasi Bijih Nikel Kadar Rendah
Salah satu proses yang dapat dilakukan untuk memberikan nilai tambah, khususnya bagi bijih nikel berkadar rendah, adalah dengan proses hidrometalurgi. Proses ini dapat mengolah bijih nikel dengan kadar rendah menjadi logam nikel murni.
"Sekarang ini ada proses hidrometalurgi, proses yang bisa memproses bijih nikel berkadar rendah. Waktu belum ada larangan ekspor, sulit untuk melakukan kontrol kadar nikel yang kita ekspor. Ke depan sudah akan dibagi, untuk nikel jenis limonit akan diproses dengan hidrometalurgi, yang berkadar lebih besar dari 1,8% bisa dicampur dengan yang rendah. Sehingga bisa menambah kemampuan kita berproduksi," jelas Arifin.
Arifin juga menjelaskan, bahwa Indonesia memiliki cadangan nikel sebanyak 21 juta ton yang bisa bertahan lebih dari 30 tahun. Adapun 48 proyek smelter nikel berlokasi di Banten, Jawa Timur, Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Selatan, dan Maluku Utara. 11 smelter di antaranya sudah beroperasi, 19 lainnya sedang dalam tahap konstruksi.
"Khusus untuk smelter nikel kadar rendah akan menghasilkan produk MHP (mixed hydroxide precipitate), yang merupakan prekursor untuk memproduksi baterai. Ada rencana 6 smelter dan kemungkinan 1 smelter tambahan dari konsorsium BUMN. Seluruhnya kita harapkan dapat beroperasi pada 2024, dan full capacity dapat dilakukan 2-3 tahun setelah beroperasi," pungkas Arifin. (DKD)
Kepala Biro Komunikasi, Layanan Informasi Publik, dan Kerja Sama
Agung Pribadi (08112213555)
Bagikan Ini!