Kontraktor Wajib Terapkan EOR Tahun Depan

Kamis, 23 Juni 2011 - Dibaca 2298 kali

BANDUNG - Tahun 2012, Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (BPMIGAS) mewajibkan semua kontraktor kontrak kerja sama (KKS) yang telah berproduksi menerapkan teknologi lanjutan (enhance oil recovery/EOR) untuk mempercepat peningkatan produksi minyak nasional.Menurut Wakil Kepala BPMIGAS, Hardiono, beberapa kontraktor telah mengajukan proporsal untuk menerapkan EOR di lapangannya. Sebut saja, Chevron Pacific Indonesia yang akan mengolah Lapangan Minas dengan menggunakan chemical, Medco yang akan menerapkan EOR di Lapangan Kaji-Semoga, serta Pertamina E&P di Lapangan Limau. Saat ini, juga tengah dilakukan studi penerapan EOR di lapangan Tanjung oleh Pertamina EP dan Lapangan Zamrud oleh Badan Operasi Bersama (BOB) Bumi Siak Pusako."BPMIGAS menunggu kontraktor lainnya untuk mulai menerapkan teknologi ini," kata dia saat membuka workshop "EOR untuk Peningkatan Produksi Minyak Nasional" di Bandung, Kamis (23/6). Hadir dalam kegiatan tersebut, Deputi Perencanaan BPMIGAS, Haposan Napitupulu, Sekretaris Pimpinan BPMIGAS, Rudi Rubiandini, perwakilan kontraktor, perguruan tinggi, dan organisasi keprofesian bidang perminyakan.Hardiono mengatakan, keberhasilan penerapan teknologi EOR cukup besar mengingat saat ini sisa inplace minyak Indonesia masih sekitar 43 milyar barel. Apabila kegiatan EOR berhasil meningkatkan recovery factor 10 persen, maka akan ada tambahan cadangan sebesar 4,3 milyar. "Penambahan ini lebih besar dari cadangan minyak terbukti nasional yang hanya 3,7 milyar barel," katanya.Meski demikian, banyak tantangan yang harus dihadapi. Salah satunya, pemilihan teknologi yang tepat untuk diterapkan. Efisiensi dan efektivitas program juga harus diperhitungkan agar penerapan teknologi ini tidak membengkakkan biaya secara signifikan. "Penerimaan pemerintah maupun kontraktor harus tetap dijaga," kata Hardiono.Haposan menambahkan, selama 10 tahun terakhir, cadangan minyak terbukti turun rata-rata 2,4 persen per tahun. Tahun 2010, total produksi 344 juta barel setahun, hanya digantikan oleh cadangan sebesar 140 juta barel. Artinya reserve replacement ratio (RRR) hanya sebesar 41 persen," kata dia. "Seharusnya, setiap barel yang diproduksikan minimal sama dengan penambahan cadangan," kata dia.Indonesia telah dua kali mengalami puncak produksi, yaitu tahun 1977 ketika produksi minyak mencapai 1,65 juta barel per hari. Produksi sebesar itu dihasilkan dari kegiatan produksi yang dilakukan secara primary recovery. Puncak produksi kedua terjadi tahun 1995 saat produksi minyak kembali pada kisaran 1,6 juta barel per hari. Puncak produksi ini dapat dicapai, salah satunya, dari hasil kegiatan OER yang dilakukan oleh Chevron, yaitu injeksi air (waterflood) di salah satu lapangannya berhasil meningkatkan produksi dari 12 ribu barel per hari menjadi 32 ribu barel per hari, serta injeksi uap (steamflood) di lapangan Duri yang terbukti mampu meningkatkan produksi dari 30 ribu barel per hari menjadi 296 ribu barel per hari.Setelah kedua puncak produksi tersebut, kata Haposan, produksi minyak dan kondensat Indonesia terus mengalami penurunan rata-rata sebesar enam persen per tahun. Kegiatan-kegiatan eksplorasi hanya menghasilkan penemuan-penemuan kecil. Kegiatan ekstensifikasi produksi juga hanya cukup menahan laju penurunan produksi. "Pada empat tahun terakhir, laju penurunan produksi melambat menjadi sekitar dua persen per tahun," kata dia. (SF)

Bagikan Ini!