
Penjualan BMN Kapal FSO Ardjuna Sakti Disetujui DPR
KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL
REPUBLIK INDONESIA
SIARAN PERS
NOMOR: 362.Pers/04/SJI/2021
Tanggal: 21 September 2021
Penjualan BMN Kapal FSO Ardjuna Sakti Disetujui DPR
Penjualan Barang Milik Negara (BMN) berupa Kapal Floating Storage Offloading (FSO) Ardjuna Sakti telah disetujui DPR melalui mekanisme Rapat Paripurna DPR RI yang berlangsung Senin (20/9).
Kapal FSO Ardjuna Sakti sendiri adalah BMN yang
merupakan fasilitas produksi berupa kapal storage LPG KKKS BP Indonesia
Berau di Laut Jawa yang saat ini nilai bukunya sudah Rp0. Kapal memiliki dimensi
panjang 140,51 m, lebar 41,45 m dan tinggi 17,07 m dan sudah dioperasikan
selama 29 tahun untuk penyimpanan gas alam yang telah diproses menjadi LPG.
Kepala Pusat Pengelolaan Barang Milik Negara (PPBMN) Kementerian ESDM Sumartono menyatakan bahwa persetujuan ini menjadi kabar baik pengelolaan BMN di Kementerian ESDM.
"Adanya persetujuan penjualan dari
DPR ini merupakan kolaborasi antar stakeholder sekaligus menjadi kabar baik
pengelolaan BMN di Kementerian ESDM terutama dalam rangka mengurangi biaya
perawatan BMN yang terbengkalai (idle)," ungkap Sumartono.
Berdasar kronologisnya, pada tahun 2008, kapal
tersebut diserahterimakan kepada Dirjen Migas KESDM, sebagaimana surat Menteri
Keuangan Nomor S-202/MK.6/2008 tanggal 12 September 2008, karena telah selesai
umur ekonomisnya dan diserahkan kepada negara.
Sejak tahun 2010, kapal FSO ini dinyatakan sudah tidak layak untuk dimanfaatkan dan dioperasikan, kondisinya rusak berat, tidak ekonomis untuk diperbaiki, sehingga Kementerian ESDM mengusulkan proses pemindahtanganan BMN melalui penjualan sejak tahun 2012.
Pada awalnya, Kapal FSO akan digunakan untuk
mendukung program konversi dari BBM ke Gas, namun dalam perjalanannya, Kapal
FSO Ardjuna Sakti, tidak dapat digunakan sebagai Floadding Storage Gas,
mengingat untuk perbaikannya memerlukan biaya yang sangat besar. Sejak pertama
kali diserahkan, kapal FSO Ardjuna Sakti bersandar di Pelabuhan PT KBS Cilegon.
Biaya penambatan/sandar sandar kapal FSO tersebut telah membebani APBN, selama proses persetujuan penjualan oleh DPR, Kementerian ESDM tetap memiliki kewajiban untuk membayar biaya sandar setiap tahunnya.
Biaya tersebut yang telah dibayar
selama tahun 2009 sampai dengan tahun 2020 berdasarkan hasil Audit dan Reviu
BPKP sebesar Rp76 Milyar, sedangkan tagihan biaya sandar yang belum dibayarkan
tahun 2021-2022 sebanyak Rp6,9 Milyar. Lebih lanjut, biaya sandar Kapal FSO
Ardjuna Sakti tersebut telah menjadi temuan Audit BPK pada Laporan Keuangan
Tahun 2019.
Nilai perolehan Kapal FSO ini dalam pembukuan BMN, bernilai Rp491.699.097.657,00 namun saat ini nilai bukunya sudah Rp0, sehingga proses persetujuan penghapusannya harus melalui DPR-RI. Mengingat berdasarkan PP Nomor 27 Tahun 2014 Jo. PP Nomor 28 Tahun 2020 pemindahatangan BMN selain tanah dan/atau bangunan dengan nilai Rp100 Milyar dilakukan oleh pengguna barang setelah mendapatkan persetujuan DPR.
Wakil Ketua Komisi VII DPR RI Donny Maryadi
Oekon dalam laporannya di hadapan Rapat Paripurna DPR RI menegaskan bahwa Komisi
VII DPR RI telah menindaklanjuti surat Menteri ESDM tanggal 2 Juni 2022 perihal
permohonan persetujuan penjulan BMN berupa kapal FSO Ardjuna Sakti sebagai
kelanjutan Surat Presiden tanggal 9 Mei 2016 perihal persetujuan penjualan BMN
pada KESDM. "Rapat kerja Komisi VII DPR dengan Menteri ESDM memutuskan,
menyetujui penjualan BMN berupa kapal FSO Ardjuna Sakti", tandasnya. (AP/KO)
Kepala Biro Komunikasi, Layanan Informasi Publik, dan Kerja Sama
Agung Pribadi (08112213555)
Bagikan Ini!