Prinsip Kelola Bisnis Migas: Fairness dan Justice for All

Kamis, 9 Agustus 2018 - Dibaca 1710 kali

JAKARTA - Pengelolaan bisnis minyak dan gas bumi (migas) memerlukan langkah strategis dalam rangka mencegah kerugian bagi keuangan negara. Apalagi selama ini skema kontrak bagi hasil Cost Recovery cukup membebani Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Bahkan, pada tahun 2015 dan 2016 Cost Recovery mencatatkan angka yang lebih besar dari penerimaan pemerintah di sektor migas, inefisiensi kontraktor yang mengganggu APBN.

Langkah strategis inilah yang ditekankan oleh Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arcandra Tahar. Serangkaian kegiatan yang begitu kompleks di sektor migas ini harus mampu memberikan manfaat bagi semua pihak. Salah satu upaya peningkatan pengelolaan bisnis migas adalah dengan mengubah skema kontrak bagi hasil (Production Sharing Contract/PSC) Cost Recovery menjadi Gross Split. Perubahan ini ditujukan agar para kontraktor mampu melakukan efisiensi mulai dari proses eksplorasi hingga eksploitasi dan pengembangan lainnya.

"Menurut hemat saya, berbisnis di migas itu ada semacam adagium fairness and justice for all (keadilan untuk semua pihak). Kita harus fair, kalau investor mau masuk, seharusnya dengan margin yang wajar, bukan yang eksesif (berlebihan)," ujar Arcandra saat berbincang pagi di salah satu radio nasional di Jakarta, Senin (9/8).

Arcandra tidak menyangkal, mencari keuntungan dalam berbisnis adalah sebuah keniscayaan. "Kita (Pemerintah) juga tidak boleh menekan harganya sehingga (kontraktor) tidak punya margin," tegas Arcandra.

Guna memperhatikan hal tersebut, Pemerintah mencoba mempertimbangkan faktor-faktor yang menentukan biaya produksi, seperti pemilihan teknologi. Pemerintah tidak ingin kebebasan pemilihan teknologi justru membuat perusahaan migas semakin tidak efisien dalam segi pembiayaan. "Mohon pakai teknologi yang sesuai dengan kebutuhan lapangan," harapnya.

Arcandra mengungkapkan, ada (3) tiga hal yang perlu diefisiensikan dalam pengelolaan industri hulu migas yakni teknologi, stuktur keuangan yang sesuai standar internasional dan biaya lain yang dinilai tidak lazim."Penghematan-penghematan yang dilakukan oleh Pemerintah dalam skema Cost Recovery adalah usaha kita untuk berdialog dengan kontraktor," tegasnya.

Kendati demikian, Arcandra mengundang para investor untuk mengungkapkan berbisnis migas di Indonesia lantaran masih tergolong ekonomis. "Silakan, kami buka diskusi, kami masih ekonomis sekali kok," pungkas Arcandra.

Penulis: Naufal Azizi

Bagikan Ini!