Produksi Minyak Nasional: Realisasi dan Rekomendasi

Selasa, 7 Desember 2010 - Dibaca 8847 kali

Oleh: Denie S TampubolonKetua Tim Pengawasan Peningkatan Produksi Migas (TP3M)Kementerian ESDM

Minyak dan gas bumi merupakan sumber daya alam penting yang dimiliki Indonesia. Disamping peran minyak dan gas bumi sebagai sumber pasokan energi dan bahan bakar bagi masyarakat serta bahan baku (feedstock) bagi industri, pengelolaan sumber daya alam minyak dan gas bumi merupakan sumber penerimaan bagi Negara dalam bentuk Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dan pajak. Prosentase penerimaan dari minyak dan gas bumi saat ini sekitar 20% terhadap keseluruhan penerimaan Negara dalam APBN, sehingga target produksi/lifting minyak nasional dan harga minyak merupakan bagian dari asumsi utama dalam penyusunan APBN, bersama dengan kurs tukar rupiah terhadap Dollar Amerika.

Perlu diperhatikan bahwa produksi minyak merupakan volume yang dikeluarkan dari perut bumi dan kemudian disimpan dalam tanki penampungan (stock). Sedangkan lifting minyak adalah volume yang diambil dari tanki penampungan (stock), diangkut dengan tanker atau melalui pipa, dan dijual.kepada pembeli. Angka produksi dan lifting untuk suatu periode tertentu sebenarnya tidak tepat sama. Namun perbedaannya tidak signifikan dan pada prinsipnya keduanya merupakan rangkaian proses eksploitasi cadangan minyak bumi.

Karena kontribusinya yang besar kepada penerimaan dalam APBN, produksi/lifting minyak nasional selalu mendapat perhatian pada saat pembahasaan asumsi APBN dan realisasinya pada akhir tahun. Untuk tahun 2010, asumsi produksi/lifting minyak adalah 965 ribu barrel per hari (bph). Angka ini lebih tinggi dari asumsi untuk tahun 2009 yang besarnya 960 ribu bph, sedangkan untuk tahun 2011 asumsinya adalah 970 ribu bph.

Kenaikan asumsi produksi/lifting minyak dari tahun ke tahun merupakan tantangan yang sangat berat, baik bagi para operator KKKS, BPMIGAS selaku pengawas kegiatan KKKS maupun Kementerian ESDM sebagai pembina sektor. Kegiatan eksploitasi sumber daya alam yang tidak terbarukan, termasuk minyak bumi, memiliki karakteristik penurunan alamiah (natural decline) setelah jangka waktu tertentu. Untuk Indonesia, dimana kegiatan pemanfaatan sumber daya minyak bumi sudah berlangsung selama lebih dari 100 tahun, rata-rata penurunan alamiah diperkirakan 12% per tahun. Artinya, tanpa pengembangan lapangan minyak baru dan upaya optimasi produksi di lapangan yang ada, produksi minyak nasional setiap tahun berkurang sebesar 110 ribu bph. Dengan mengintensifkan upaya optimasi produksi, antara lain dengan infill drilling dan workover, maka rata-rata penurunan alamiah diupayakan untuk berada di sekitar 3% per tahun.

Besarnya tantangan dalam upaya peningkatan produksi minyak nasional tercermin pada upaya pencapain target produksi minyak tahun 2010. Pada tahun 2009, produksi minyak nasional rata-rata sebesar 949 ribu bph. Memasuki tahun 2010, sampai dengan pertengahan tahun produksi rata-rata mencapai 960 ribu bph, didukung dengan upaya optimasi produksi, pemboran sumur baru maupun hasil proyek enhanced oil recovery (EOR). Namun pada Semester II produksi minyak nasional menghadapi sejumlah kendala, antara lain meningkatnya unplanned shutdown dan extended maintenance serta masalah pada offtaker (pembeli) minyak. Di sisi lain, beberapa proyek peningkatan produksi tidak terlaksana sesuai rencana, baik dari sisi tata waktu penyelesaian proyek maupun dari sisi tambahan produksi yang dihasilkan. Rencana kerja pemboran dan workover pun tidak sepenuhnya terlaksana, sehingga terdapat potensi penambahan produksi yang tidak dapat direalisasikan. Akibat kendala tersebut, produksi minyak nasional selama periode Juli-November 2010 rata-rata hanya mencapai 935 ribu bph. TP3M memperkirakan produksi minyak nasional rata-rata tahun 2010 berada pada kisaran 947-948 ribu bph.

TP3M mencatat bahwa kondisi peralatan produksi yang sudah lama dioperasikan oleh KKKS memang meningkatkan risiko terjadinya unplanned shutdown ataupun extended maintenance. Karena itu inspeksi dan pemeliharaan rutin oleh KKKS perlu lebih ditingkatkan. Namun unplanned shutdown dan extended maintenance juga diakibatkan oleh kondisi eksternal seperti cuaca ekstrim, petir dan gelombang tinggi. Selain itu, kehilangan produksi terbesar pada tahun 2010 adalah akibat kebocoran pada pipa transmisi pasokan gas untuk proyek EOR yang sepenuhnya dioperasikan oleh perusahaan gas transporter - bukan Kontraktor KKS.

Demikian pula penyebab tidak tercapainya sasaran peningkatan produksi dari proyek-proyek KKKS terdiri dari berbagai faktor, antara lain kondisi sub-surface yang ternyata berbeda dengan simulasi dan keterlambatan penyelesaian proyek oleh KKKS. Namun beberapa proyek dan rencana kerja pemboran tidak dapat terlaksana karena hambatan dalam perijinan dan pengaturan tumpang tindih lahan, khususnya dengan kegiatan kehutanan dan perkebunan.

Dengan meningkatnya sasaran produksi minyak menjadi sebesar 970 ribu bph dalam APBN 2011, upaya untuk mempertahankan produksi di lapangan eksisting dan proyek peningkatan produksi hendaknya perlu dilaksanakan dan diawasi secara lebih intensif. Evaluasi TP3M memperkirakan produksi minyak nasional rata-rata pada bulan Desember 2010 akan mencapai 940 ribu bph. Dengan asumsi bahwa penurunan alamiah dapat ditahan pada tingkat 3% per tahun, maka untuk dapat mencapai sasaran APBN 2011 sebesar 970 ribu bph diperlukan tambahan produksi minyak dari proyek baru sebesar 58 ribu bph.

Karena itu, diperlukan upaya meningkatkan pengawasan terhadap pelaksanaan program kerja KKKS, khususnya pemboran dan workover, identifikasi potensi dan upaya peningkatan produksi, serta evaluasi terhadap kejadian unplanned shutdown dan extended maintenance. Lingkup pengawasan juga perlu diperluas dengan mencakup pihak-pihak yang menunjang KKKS dalam mencapai sasaran produksi minyak, seperti transporter dan offtaker.

Dengan upaya ini diharapkan setiap potensi kendala dapat diantisipasi dan diatasi, termasuk apabila diperlukan koordinasi dan dukungan Pemerintah untuk penyelesaian masalah yang terkait dengan regulasi, perijinan maupun tumpang tindih lahan. Penyelesaian berbagai tantangan dalam upaya mencapai sasaran produksi minyak dalam APBN tidak cukup hanya dihadapi oleh KKKS, BPMIGAS dan Kementerian ESDM, namun memerlukan pula dukungan dan kerjasama dari pihak terkait lainnya.

Bagikan Ini!