Dirjen Ketenagalistrikan: NZE Dapat Dipercepat Dengan Bantuan Internasional

Selasa, 30 November 2021 - Dibaca 546 kali

Pemerintah tengah menyusun roadmap untuk menghadapi berbagai tantangan perubahan iklim salah satunya komitmen Net Zero Emission (NZE) di tahun 2060 atau dapat lebih cepat dengan bantuan internasional. Berbagai pihak internasional telah menawarkan bantuan pendanaan kepada Indonesia untuk mempercepat pensiun pembangkit listrik tenaga uap (PLTU). Hal tersebut disampaikan oleh Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Rida Mulyana pada acara Energy Corner SQUAWK BOX "Pensiun Dini PLTU", Senin (29/11/2021).

"Sekiranya kita mendapatkan dukungan dari zona internasional maka NZE bisa dipercepat," ujar Rida.

Penghentian lebih awal pengoperasional PLTU ini merupakan opsi mengejar target untuk mewujudkan NZE. Menurut Rida penghentian PLTU secara bertahap tanpa bantuan asing baru bisa terlaksana hingga 2056 mendatang. Namun apabila ada pihak luar yang dapat mendukung program ini, maka penghentian PLTU dapat dipercepat. Rida mengatakan pendanaan melalui APBN merupakan opsi terakhir dalam upaya mempercepat target NZE.

"APBN menjadi opsi terakhir kalau sekiranya diperlukan," ujar Rida.

Dalam kesempatan yang sama Rida mengatakan, dalam memenuhi ketersediaan pasokan listrik kepada masyarakat, pemerintah mengedepankan prinsip 5K yakni Kecukupan, Keandalan, Keberlanjutan, Keterjangakuan serta Keadilan. Ia mengatakan bahwa hal ini akan terus diusahakan pemerintah di tengah percepatan target transisi energi termasuk rencana pensiun dini PLTU, namun dipastikan tarif listrik akan tetap terjangkau dan subsidi listrik akan diteruskan.

Selain itu Rida juga mengungkapkan bahwa Pemerintah bersama dengan Badan Anggaran (Banggar) DPR RI berencana menerapkan kembali tariff adjustment bagi 13 golongan pelanggan listrik PT PLN (Persero) non subsidi pada 2022 mendatang. Ia menyebutkan jika kondisi pandemi Covid-19 membaik, maka kemungkinan besar tariff adjustment ini akan diterapkan kembali sesuai aturan awal pada 2022.

"Tarif listrik bagi golongan pelanggan non subsidi ini bisa berfluktuasi alias naik atau turun setiap tiga bulan disesuaikan dengan setidaknya tiga faktor yakni kurs, harga minyak mentah dunia dan inflasi," ucapnya.

Namun, Rida menyebutkan bahwa pemerintah menahan penerapan skema tariff adjustment ini sejak 2017 dengan alasan memerhatikan daya beli masyarakat yang masih rendah, Akibatnya, pemerintah harus memberikan kompensasi kepada PT PLN (Persero) atas selisih Biaya Pokok Penyediaan (BPP) listrik atau tarif keekonomian dengan tarif yang dipatok pemerintah bagi pelanggan non subsidi.

"Kapan tariff adjustment naik tentunya kami harus ngobrol dengan sektor lain, kami hanya menyiapkan data dan beberapa skenario, keputusannya kepada pimpinan'" tutup Rida. (AT)