Diseminasi Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik Tahun 2019-2028

Selasa, 19 Maret 2019 - Dibaca 1791 kali

Perubahan Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) PT PLN (Persero) Tahun 2018-2027 perlu dilakukan karena adanya dinamika pertumbuhan kebutuhan listrik dan pembangunan infrastruktur ketenagalistrikan. Sehingga, perlu dilakukan perubahan terhadap lingkup dan kapasitas pembangkit, pergeseran commercial operation date (COD), dan penambahan proyek baru untuk peningkatan keandalan sistem ketenagalistrikan.

Hal ini disampaikan oleh Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan dalam Diseminasi RUPTL 2019-2028, Senin (18/03/2019) di Auditorium PLN (Persero). Acara ini dihadiri oleh perwakilan Kementerian/Lembaga, Pemerintah Daerah, Pelaku Usaha, serta para pemangku kepentingan lain subsektor ketenagalistrikan.

Jonan mendukung penggunaan Energi Baru Terbarukan (EBT) dan meminta PLN agar dapat mempercepat proses pengembangan pembangkit EBT di Indonesia. "Pemerintah menetapkan energi baru terbarukan dalam bauran energi minimal 23 persen pada 2025. Ini tantangan yang amat besar," ucapnya.

Pemerintah memutuskan inisiatif pembangkit EBT di bawah 10 MW tidak perlu ada dalam RUPTL. "Tujuannya mengejar bauran energi yang berasal dari EBT," kata Jonan. Dalam RUPTL terbaru ini, target penambahan pembangkit listrik dari energi terbarukan hingga tahun 2028 adalah sebesar 16.714 MW.

Dalam kesempatan yang sama Jonan meminta PT PLN (Persero) dapat merealisasikan target di tahun 2028 yang tertuang dalam RUPTL seperti: total rencana pembangunan pembangkit sebesar 56.395 MW, jaringan transmisi tenaga listrik sepanjang 57.293 kms, gardu induk sebesar 124.341 MVA, jaringan distribusi sepanjang 472.795 kms, dan gardu distribusi sebesar 33.730 MVA.

Selain itu, pemerintah mendorong penggunaan teknologi pembangkit listrik yang ramah lingkungan. Hal ini telah dilakukan antara lain dengan mendorong penerapan teknologi PLTU Clean Coal Technology (CCT). Kementerian ESDM juga menginstruksikan kepada PLN agar bauran energi dari gas dapat dijaga sebesar minimum 22% pada tahun 2025 dan seterusnya, guna mendukung integrasi pembangkit EBT yang bersifat intermittent (Variable Renewable Energy).

Pemerintah juga berkomitmen bahwa pemanfaatan gas untuk pembangkit listrik memprioritaskan gas di mulut sumur (wellhead). Terkait penggunaan BBM untuk pembangkit listrik, dibatasi maksimal 0,4% mulai tahun 2025 yang digunakan hanya untuk daerah perdesaan dan kawasan 3T (Terdepan, Tertinggal, dan Terluar).

Jonan berharap kebijakan ketenagalistrikan yang diimplementasikan melalui RUPTL ini dapat didukung oleh semua pihak dalam rangka mewujudkan energi berkeadilan bagi seluruh rakyat Indonesia. "Sesuai arahan Presiden, energi harus berkeadilan, tantangannya (harga) harus terjangkau," tutupnya.

(AT)