Dorong Pengembangan PLTS Atap, Pemerintah Terbitkan Aturan Terbaru

Rabu, 29 September 2021 - Dibaca 860 kali

Dalam rangka mendorong pengembangan PLTS Atap, pemerintah telah menerbitkan Permen ESDM No 26 Tahun 2021 sebagai pengganti Permen ESDM No 49 Tahun 2018 tentang Penggunaan Sistem PLTS Atap oleh konsumen PT PLN (Persero). Dorongan ini sebagai bentuk komitmen pemerintah untuk mendukung Paris Agreement dalam rangka mewujudkan Energi Bersih dan pencapaian target EBT sebesar 23% di tahun 2025.

Hal tersebut disampaikan oleh Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Rida Mulyana di Jakarta, Selasa (28/09) mewakili Menteri ESDM dalam acara Digital Festival Hari Listrik Nasional ke-76. Acara ini diselenggarakan oleh Masyarakat Ketenagalistrikan Indonesia (MKI) sebagai rangkaian Hari Listrik Nasional (HLN) ke-76 dengan tema "Kebangkitan Industri Ketenagalistrikan Nasional untuk Mendukung Kebijakan Energi Bersih".

"Upaya lain yang dilakukan untuk meningkatkan bauran pembangkit EBT diantaranya, mendorong pembangunan PLTS secara masif sekitar 4.680 MW (termasuk memanfaatkan waduk PLTA (PLTS terapung) dan lahan bekas tambang),"ungkap Rida.

Selain itu pemerintah juga mendorong pemanfaatan biomasa sebagai campuran batubara (cofiring) di pembangkit PLTU, serta dengan mengubah pembangkit diesel langsung ke pembangkit EBT atau secara hybrid PLTD dengan pembangkit Energi Terbarukan.

Pemerintah juga telah merevisi Grid Code (Aturan Jaringan Tenaga Listrik) melalui Permen ESDM No 20 Tahun 2020 untuk meningkatkan fleksibilitas sistem tenaga listrik khususnya untuk mengakomodasi penetrasi Variable Renewable Energy (VRE) yang semakin meningkat.

Pemerintah terus mendorong transisi dari energi fosil menuju energi bersih melalui peningkatan kapasitas pembangkit tenaga listrik dari Energi Baru Terbarukan (EBT). Dalam pemutakhiran RUPTL PT PLN (Persero) 2021-2030 yang saat ini sedang disusun, porsi pembangkit EBT 20.923 MW (51,6%) lebih besar dari pembangkit fosil 19.652 MW (48,4%) dari total tambahan kapasitas pembangkit 40.575 MW.

"Dibandingkan dengan RUPTL PLN sebelumnya (2019-2028), dimana porsi pembangkit EBT 30% dan pembangkit fosil 70%, RUPTL terbaru dapat dikatakan sebagai lebih hijau atau greener," ujar Rida menjelaskan.

Dalam RUPTL terbaru ini diperkirakan terjadi penurunan tingkat emisi gas rumah kaca sekitar 70,23 juta ton CO2 pada tahun 2030. Selain itu, Pemerintah juga tengah menyusun draft Perpres Tarif EBT yang mengatur tentang pembelian tenaga listrik dan harga patokan pembelian tenaga listrik EBT oleh PLN dalam rangka mempercepat bauran EBT sesuai amanah regulasi.

Kementerian ESDM terus berupaya mendorong pelaku usaha ketenagalistrikan untuk menyediakan pasokan listrik yang cukup melalui pembangunan infrastruktur ketenagalistrikan termasuk memperhatikan rantai pasok energi primernya dan mulai mengutamakan pemanfaatan Energi Terbarukan dalam perencanaannya.

Dalam upaya mendukung pengembangan EBT secara massif tersebut, perlu didukung pengembangan industry peralatan dan teknologi berbasis EBT seperti Panel Surya, Baterai, Inverter, Turbin Air dan Angin, termasuk juga peralatan Smart Grid agar dapat diproduksi di dalam negeri. Pemerintah menyadari hal ini merupakan potensi dan momentum yang baik yang dapat dimanfaatkan oleh pelaku usaha. Oleh karena itu, Pemerintah mengajak seluruh pelaku usaha dan produsen Industri Ketenagalistrikan dalam negeri untuk berkontribusi dan memanfaatkan sebaik-baiknya kesempatan ini.

Dalam kesempatan yang sama, Direktur Pembinaan Program Jisman Hutajulu menyampaikan bahwa saat ini PLN telah mengajukan Draft RUPTL 2021-2030. Jisman menyampaikan bahwa pemerintah telah menugaskan PLN untuk fokus pada transmisi dan distribusi untuk meningkatkan akses masyarakat terhadap listrik dan meningkatkan kehandalan jaringan, sehingga pada tahun 2022, 100% rasio elektrifikasi akan tercapai.

"Selanjutnya, tidak akan ada lagi perencanaan tambahan PLTU baru, kecuali yang telah financial closing atau sedang konstruksi. Dan selama 10 tahun ke depan, Indonesia akan mengembangkan lebih banyak pembangkit EBT dibanding pembangkit fosil," ujar Jisman menegaskan.

Pengembangan subsektor ketenagalistrikan di Indonesia tengah memasuki era baru dimana Energi Baru Terbarukan menjadi fokus pengembangan dan media transisi menuju energi yang lebih bersih dengan tetap berprinsip pada ketersediaan listrik dalam jumlah cukup, berkualitas baik, dan harga wajar. Kementerian ESDM menyadari hal tersebut memerlukan sinergitas dan kolaborasi antara Pemerintah dan pemangku kepentingan termasuk peran Masyarakat Ketenagalistrikan Indonesia dan pelaku usaha industri ketenagalistrikan dalam mendukung Kebijakan Energi Bersih dan keberhasilan transformasi sektor ketenagalistrikan.

"Melalui momentum Hari Listrik Nasional ini, kita semua dituntut untuk bangkit dan terus melanjutkan pembangunan di subsektor ketenagalistrikan, termasuk menjalankan transisi energi ke energi yang lebih bersih dan sustain," tutup Rida. (U)