Menteri Jonan: Listrik Harus Dapat Dinikmati Seluruh Lapisan Masyarakat

Kamis, 14 September 2017 - Dibaca 1986 kali

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan kembali mengingatkan jika listrik harus dapat dinikmati seluruh lapisan masyarakat dengan harga terjangkau, termasuk bagi mereka yang tinggal di perdesaan. Pemerintah memang menaruh perhatian serius untuk melistriki 2.500 desa belum berkembang yang tidak memiliki akses terhadap listrik. Desa-desa tersebut berada di daerah perbatasan, daerah terpencil, dan sepanjang garis pantai. Salah satu upaya yang dilakukan pemerintah melalui Kementerian ESDM adalah dengan mengeluarkan Permen ESDM Nomor 38/2016 mengenai percepatan elektrifikasi perdesaan.

"Terdapat 2.500 desa yang listriknya belum masuk sama sekali, kita akan fokus ke sana karena pemerataan itu penting," ujar Jonan dalam Forum Diskusi Profesional (FORDIP) Strategi Penyelesaian Power Plant 35.000 MW hari ini (14/9) di Gedung MM UGM, Jakarta. Turut hadir dalam acara tersebut Dirjen Ketenagalistrikan Andy N Sommeng dan anggota Dewan Energi Nasional Tumiran.

Penyediaan listrik untuk perdesaan ini diutamakan berbasis energi baru terbarukan (EBT) dengan total kapasitas hingga 50 MW. Jonan lalu menjelaskan Program Lampu Tenaga Surya Hemat Energi (LTSHE) sebagai upaya untuk menerangi pelosok negeri. LTSHE ini cocok untuk rumah pedesaan yang secara geografis sangat terisolir, distribusi penduduknya tersebar, serta sulit dijangkau jaringan PT PLN (Persero).

"Kita ingin menerangi desa-desa yang belum berlistrik. Kita kerjakan dua tahun, yang penting di rumah ada lampunya," Jonan menuturkan. Di tahun 2017 ini, LTSHE dipasang di 6 provinsi ter-timur Indonesia untuk melistriki 95.729 rumah. Untuk tahun depan, targetnya adalah terpasang di 15 provinsi guna melistriki 255.250 rumah.

Dalam kesempatan yang sama, Jonan juga menyampaikan bahwa EBT masih menarik bagi investor. Ia lalu menunjukkan grafik pengembangan EBT dalam empat tahun terakhir. Pada tahun 2014 ditandatangani 15 kontrak, 2015 ada 14 kontrak, dan 2016 ada 16 kontrak.

"Sementara pada tahun 2017 sampai dengan bulan September saja sudah ditandatangani 60 kontrak. Itu bukti EBT masih diminati," lanjutnya.

Program percepatan pembangunan pembangkit 35.000 MW saat ini masih didominasi oleh pembangkit dengan bahan bakar batubara yang kurang ramah lingkungan. Namun untuk mendukung program energi bersih sebagai konsekuensi dari Paris Agreement, Pemerintah berkomitmen mendorong penggunaan teknologi batubara ramah lingkungan (clean coal technology) untuk setiap pembangkit listrik yang dibangun.

Hal ini juga untuk mendukung kebijakan energi nasional yang telah digariskan melalui Peraturan Pemerintah No. 79 Tahun 2014 tentang Kebijakan Energi Nasional, dimana energi terbarukan ditargetkan akan memberi kontribusi sebesar 23% pada bauran energi nasional pada tahun 2025. Pada tahun 2025 kapasitas pembangkit listrik yang diperlukan akan sebesar 136 GW dimana 45 GW diantaranya bersumber dari EBT. (AMH)