Pemanfaatan PLTS Atap Dipercepat, Keandalan Sistem Tetap Dijaga

Jumat, 27 Agustus 2021 - Dibaca 472 kali

Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) berkomitmen mempercepat pemanfaatan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) Atap melalui revisi regulasi PLTS Atap. Komitmen ini diimbangi dengan upaya menjaga keandalan sistem. Direktur Jenderal Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi (EBTKE) Dadan Kusdiana dan Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Rida Mulyana menyampaikan hal tersebut dalam konferensi pers secara daring, Jumat (27/8/2021).

Regulasi yang tengah disiapkan adalah revisi Peraturan Menteri (Permen) ESDM Nomor 49 Tahun 2018 tentang Penggunaan Sistem Pembangkit Listrik Tenaga Surya Atap oleh Konsumen PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Menteri ESDM Nomor 16 Tahun 2019. Salah satu pokok revisi regulasi tersebut adalah peningkatan ketentuan ekspor-impor kWh listrik.

"Dari semula hanya 65% menjadi sebesar 100%," ujar Dadan.

Selain itu, pokok-pokok revisi regulasi Permen ESDM tersebut antara lain mencakup kelebihan akumulasi selisih tagihan dinihilkan yang diperpanjang durasinya, jangka waktu permohonan PLTS Atap lebih singkat, dan dibukanya peluang perdagangan karbon antara pelanggan PLTS Atap dan pemegang Izin Usaha Penyediaan Tenaga Listrik untuk Umum (IUPTLU).

Revisi regulasi juga mewajibkan mekanisme pelayanan berbasis aplikasi, perluasanya pelanggan tidak hanya untuk pelanggan PT PLN (Persero) saja tapi juga termasuk pelanggan di wilayah usaha non-PLN, serta ketentuan mengenai Pusat Pengaduan sistem PLTS Atap untuk menerima dan menindaklanjuti pengaduan atas PLTS Atap.

Ketentuan mengenai PLTS Atap tersebut diimbangi dengan upaya menjaga keandalan sistem. Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Rida Mulyana dalam kesempatan yang sama menjelaskan upaya-upaya yang dilakukan Pemerintah untuk menjaga sistem tetap andal.

"Pelanggan PLTS Atap dari golongan tarif untuk keperluan industri dengan kapasitas sistem PLTS Atap lebih besar dari 3 MW wajib menyediakan pengaturan basis data prakiraan cuaca (weather forecast). Ini harus disambungkan dengan pusat beban milik PLN untuk diantisipasi sehingga enggak dadakan, enggak panikan," tutur Rida.

Ia menambahkan pelanggan Industri tersebut juga harus melaporkan rencana operasi Sistem PLTS Atap kepada Pemegang IUPTLU secara berkala sesuai dengan kebutuhan. Di samping itu, Rida mengatakan instalasi sistem PLTS Atap wajib mengikuti SNI dan/atau standar internasional. Pemerintah juga memberikan penugasan kepada PLN untuk membangun aplikasi penggunaan PLTS Atap berbasis digital yang terintegrasi dengan sistem Supervisory Control and Data Acquisition (SCADA) atau smartgrid distribusi.

Rida menegaskan perlunya pengawasan untuk menjaga overcapacity PLTS Atap. Salah satu caranya adalah dengan membatasi kapasitas sistem PLTS Atap paling tinggi 100% dari daya tersambung pelanggan PLTS Atap pada PLN.

"Pemasangan PLTS Atap lebih banyak di-drive untuk kepentingan yang masangnya, untuk efisiensi penggunaan listrik dari PLN sambil berkontribusi menggalakkan Energi Baru Terbarukan (EBT) dan mengurangi emisi. PLTS Atap didesain untuk efisiensi, bukan untuk jual beli," ujar Rida.

Rida lalu menyebut peluang pengelolaan PLTS Atap oleh PLN dari sisi penawaran, permintaan, maupun bisnis ketika PLTS Atap makin intens dipasang.

"Dari sisi bisnis misalkan carbon trading (perdagangan karbon). Saya pikir itu adalah peluang, jadi semuanya tidak dilihat sebagai sesuatu yang memberatkan untuk korporasi," pungkas Rida. (AMH)