Rasio Listrik Perdesaan Ditargetkan 99,7% pada 2025

Rabu, 29 November 2017 - Dibaca 2863 kali

Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) berkomitmen untuk menuntaskan program listrik 2.500 desa hingga tahun 2019. Guna mewujudkan cita-cita tersebut, upaya melistriki masyarakat terus dilakukan oleh Pemerintah melalui tiga pendekatan, yakni ekspansi atau perluasan jaringan listrik melalui program listrik perdesaan PT PLN (Persero), mini-grid off grid, dan solar home system. Diharapkan, target rasio listrik perdesaan sebesar 99,7% di tahun 2025 dapat tercapai.

Demikian disampaikan oleh Kepala Bagian Rencana dan Laporan Ditjen Ketenagalistrikan, Chrisnawan Anditya, saat menjadi pembicara dalam Renewable Energy for Indonesia 2017, Selasa (28/11), di Hotel Le Meridien, Jakarta. Dalam kesempatan tersebut, Chrisnawan menjelaskan target dan rencana pengembangan listrik perdesaan di Indonesia.

Untuk mempercepat listrik perdesaan, pemerintah mengeluarkan Peraturan Menteri ESDM 38/2016. Dengan aturan ini, masyarakat yang tinggal di desa belum berkembang, terpencil, pulau terluar atau perbatasan dapat dilistriki oleh badan usaha lain seperti Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), swasta, dan koperasi yang diberikan wilayah usaha tersendiri oleh Pemerintah. Pengembangan sistem ini lebih mengutamakan pemanfaatan sumber energi terbarukan untuk pembangkit listriknya.

"Penyediaan listrik untuk perdesaan diutamakan berbasis energi baru terbarukan (EBT) dengan total kapasitas hingga 50 MW," ujar Chrisnawan. Pemanfaatan energi setempat diupayakan mendorong penggunaan tenaga setempat sehingga perekonomian daerah dapat tumbuh dengan lebih baik. Chrisnawan mengungkapkan desa berlistrik di tahun 2016 ada sebanyak 72.141 desa. Pada 2017, ada tambahan 1.008 desa berlistrik, sehingga total desa berlistrik per Agustus 2017 adalah sebanyak 73.149 desa.

Untuk mempermudah pembangunan pembangkit listrik, Pemerintah terus melakukan berbagai perbaikan dari sisi tarif tenaga listrik dan penyederhanaan perizinan, maupun dari sisi dokumen perencanaan (RUPTL) dalam rangka optimalisasi rincian jadwal pembangunan pembangkit di setiap wilayah. Pemerintah berusaha menciptakan lingkungan bisnis yang kondusif untuk memastikan keseimbangan Perjanjian Jual Beli Tenaga Listrik atau Power Purchase Agreement (PPA) antara PLN dengan Independent Power Producer (IPP/pengembang listrik swasta), seperti kontrak jangka panjang dan jaminan pasokan bahan bakar, untuk menciptakan peluang bisnis yang kompetitif dan memberikan tarif listrik yang terjangkau bagi masyarakat. (AMH)