Azas Cabotage Kedepankan Kepentingan Bangsa
JAKARTA. Perubahan UU No 17 tahun 2008 tentang pelayaran perlu dilakukan, mengingat penerapan UU tersebut tidak dapat dilaksanakan secara konsekuen pada kegiatan eksplorasi dan eksploitasi migas di perairan/lepas pantai karena belum tersedianya kapal-kapal penunjang operasi migas berbendera Indonesia.Ketersediaan kapal berbendera Indonesia tersebut sulit dipenuhi karena disebabkan antara lain, investasi besar, teknologi yang rumit. terbatasnya kapal-kapal yang memiliki pasar mendunia dan bersifat mobiel serta waktu penggunaan yang singkat dan tidak berkelanjutan. Sehingga tanpa adanya perubahan UU tersebut maka kegiatan produksi migas di lepas pantai akan terhambat yang mengakibatkan terganggunya kelangsungan produksi migas, terhentinya penemuan cadangan baru, menurunnya penerimaan negara dan tidak tercapainya ketahaan energi nasional.Dinyatakan Dirjen Migas, Evita H. Legowo dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi V DPR RI kemarin, Rabu (2/3/2011), apabila perubahan UU No. 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran tidak segera dilakukan akan menimbulkan permasalahan-permasalahan pada kegiatan migas lepas pantai. Untuk itu, Dirjen Migas mengatakan untuk meyelesaikan permasalahan azas cabotage tersebut diperlukan revisi UU No. 17 Tahun 2008 atau membuat perangkat regulasi baru yang memungkinkan tetap berlanjutnya kegiatan migas lepas pantai.Sebagai pemecahan sementara, Evita menyatakan, sebaiknya pemberlakuan Undang-undang tersebut dimundurkan atau jika tidak dimungkinkan melakukan perubahan Undang-undang maka dibuat regulasi bentuk lain yang memungkinkan industriawan tetap dapat melakukan kegiatannya, karena untuk melakukan perubahan pada Undang-undang memerlukan waktu yang panjang sedangkan kegiatan migas lepas pantai harus tetap berjalan.Senada dengan Dirjen Migas, Kepala BP Migas. R. Priyono menyatakan, permasalahan yang mungkin timbul bila perubahan terhadap UU No. 17 tahun 2008 tentang pelayaran tidak segera dilakukan akan menyebabkan sejumlah kegiatan operasi hulu migas terhenti (survei seismik, pengeboran dan konstruksi) yang berakibat kehilangan kesempatan produksi dan penerimaan negara mencapai US$ 7.3 milyar yang terdiri dari minyak 156.02 BOPD dan gas 2.549 MMSCFD. Data produksi migas menunjukkan, 32.13% (303.579 BOPD) produksi minyak bumi dan 59,78% (5.581 MMSCFD) produksi gas bumi berasal dari lepas pantai. Pada tahun 2010 dari 24 wilayah kerja migas yang ditawarkan, 75% merupakan wilayah lepas pantai yang menandakan potensi peningkatan produksi migas semakin bergerak ke arah lepas pantai. (SF)
Bagikan Ini!