Forum Pemimpin Mineral dan Batu Bara Indonesia II

Sabtu, 7 November 2015 - Dibaca 1317 kali
KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL
REPUBLIK INDONESIA

SIARAN PERS
NOMOR:70/SJI/2015
Tanggal: 7 November2015



Forum Pemimpin Mineral dan Batu Bara Indonesia II
Penataan Perizinan dan Sinergi Pusat-Daerah menuju Konsolidasi Industri Pertambangan: Pertambangan Timah di Provinsi Babel
Pangkalpinang, 7 November 2015--Presiden Republik Indonesia, dalam kunjungan ke Provinsi Kepulauan Bangka-belitung (Babel) pada Juni 2015 menyampaikan arahan terkait isu pertambangan tanpa izin (Peti). Lesunya harga timah dunia, selain disebabkan oleh produksi berlebihan, juga karena maraknya ekspor timah ilegal. Padahal, Indonesia adalah negara produsen dan eksportir timah terbesar dunia. Berdasarkan data resmi International ITRI, pada 2013, misalnya, Indonesia menghasilkan 95.200 ton timah (sementara itu Asia 218.200 ton, dunia 290.600 ton).

Masih menurut data International ITRI, total produksi timah Indonesia sepanjang kurun 2008-2013 mencapai 593.304 ton (yang terlaporkan 241.304 ton, yang tak terlaporkan 352.000 ton). Dengan asumsi harga bijih timah USD15.000/ton dan kurs Rp11.000/USD1, total kehilangan Indonesia dalam kurun tersebut mencapai sekitar Rp58,080 triliun (meliputi: Rp20,675 triliun dari wilayah PT Timah dan Rp 37,405 triliun dari wilayah diluar PT Timah). Untuk itu, mendesak dibutuhkan tata-kelola timah agar ekspor ilegal berkurang serta rakyat menjadi terlindungi. Presiden menunjuk Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) untuk mengoordinasi tata-kelola tersebut.

Prasyarat legal

Penambangan dilakukan oleh rakyat yang meggantungkan hidupnya dari usaha ini; namun belum merupakan aktivitas pertambangan legal. Agar hasil timah dapat dibeli oleh PT Timah (Persero)Tbk, maka usaha penambangan tersebut harus usaha yang legal.

Menurut Direktur Utama PT Timah (Persero) Tbk, Sukrisno, prasyarat agar usaha penambangan disebut legal mencakup dua aspek, yakni legal secara lingkungan (di kawasan mana asal timah itu ditambang) serta legal secara keselamatan dan kesehatan kerja (K3S). "Jika kedua aspek legal ini tak dipenuhi, sebagus apapun kualitas timah rakyat, sampai kapanpun PT Timah tidak bisa dan tidak diperkenankan membelinya," jelas Sukrisno.

Untuk itu, Pemerintah perlu mengadakan upaya terobosan untuk mendorong agar persyaratan bisa dipenuhi dengan cara meningkatkan kedua aspek itu hingga mencapai taraf legal.

Jalannya Diskusi Forum Pemimpin Mineral dan Batu Bara Indonesia II

Dalam rangka saling meng-update progres implementasi dan koordinasi termutakhir sekaligus mencari solusi terbaik, Kementerian ESDM bersama sejumlah pemangku kepentingan terkait berkumpul di Pangkalpinang, ibukota Provinsi Babel, menggelar Forum Pemimpin Mineral dan Batubara II. Forum koordinasi yang berlangsung dua hari, 6-7 November 2015, itu mengambil "Penataan Perizinan dan Sinergi Pusat-Daerah Menuju Konsolidasi Industri Pertambangan" sebagai tema payungnya dan pertambangan timah (di Babel) sebagai fokus pintu masuknya.

Turut hadir dalam diskusi yang dilangsungkan di di Kantor Pusat PT Timah (Persero) Tbk itu antara lain Pemerintah Provinsi Bangka Belitung yang diwakili oleh Kepala Dinas Pertambangan dan Energi Provinsi Babel, Suranto Wibowo. Selain itu, hadir pula Kapolda Provinsi Babel (Gatot Subyaktoro), Kepala Biro Hukum Kementerian Dalam Negeri (Widodo SIgit Pudjianto), Dirjen Mineral dan Batu Bara (Bambang Gatot Ariyono), serta Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (Adnan Pandu Praja). Untuk mendapatkan perspektif yang lebih kaya dan berimbang, diundang dan hadir pula sejumlah representasi dari masyarakat madani, antara lain Jatamnas, Jatam Katim, PWYP Indonesia, Sampan Kalbar, hingga Auriga.

Pada hari pertama, diskusi membahas pemetaan Peti di Babel dan langkah-langkah penanganannya melalui koordinasi antara PT Timah selaku pemegang izin usaha pertambangan (IUP), elemen Pemda, masyarakat madani, dan Kementerian ESDM. Karakter Peti di Babel mendorong PT Timah mencoba melakukan kemitraan melalui wadah BUMD dengan menggunakan standardisasi alat pertambangan. Penegakan hukum perlu dilakukan terhadap penyalahgunaan penggunaan IUP agar pendapatan negara dari royalti dan hasil ekspor menghasilkan dampak berganda (multiplier effect) bagi perekonomian.

Hari kedua membahas ikhwal penataan perizinan, pembinaan, dan pengawasan kegiatan pertambangan timah melalui perangkat pemerintah (pusat hingga daerah). Topiknya antara lain mengenai tumpang-tindihnya penerbitan IUP untuk pemberian label CnC sebagai prasyarat bagi dilakukannya ekspor. Segenap pihak berkomitmen untuk melaksanakan ketentuan tentang tata-kelola niaga dan perizinan sebagaimana diatur dalam Instruksi Presiden 3/2000 (tentang Koordinasi Penanggulangan Masalah Pertambangan Tanpa Izin) dan Undang-Undang 23/2014 (tentang Pemerintahan Daerah).

Adnan Pandu Praja mengatakan, "Selama dua tahun terakhir ini KPK telah melakukan riset di Babel mengenai pertambangan timah. Koordinasi dan supervisi harusnya menghasilkan perbaikan, namun demikian inipun dapat ditingkatkanpada penindakan. "Selain audit smelter, tambahnya, perlu pula dilakukanpenegakan hukum agar setiap pihak berwenang melakukan tugas dan fungsinya sesuai peraturan dan perundangan yang berlaku.

Menteri ESDM Sudirman Said menyatakan, penertiban timah akan difokuskan melalui metode kemitraan yang akan melibatkan para pemangku kepentingan.

"Problem pertambangan ini adalah tanggung jawab kita bersama, bukan semata-mata tanggung jawab si A atau si B saja. Kita tak boleh saling menyalahkan atau menyembunyikan tangan, apalagi enggan bergandengan," ujar Sudirman. Dengan bersama-sama, imbuhnya, kita pasti menjadi lebih kuat dan lebih ringan dalam menyelesaikan masalah.

Plt. Kepala Pusat Komunikasi Publik



Hufron Asrofi

Bagikan Ini!