Pemerintah Akan Inventarisasi Ulang Aset Kontraktor Migas

Sabtu, 23 Oktober 2010 - Dibaca 2783 kali

BANDUNG. Aset barang milik negara (BMN) yang tidak digunakan lagi oleh kontraktor kontrak kerja sama (KKS) minyak dan gas bumi akan diinventarisasi ulang.Keseluruhan nilai aset diperkirakan hampir mencapai Rp 300 triliun. "Nilainya ditaksir hampir Rp 300 triliun," kata Kepala Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), Mardiasmo saat Forum Komunikasi Pengawasan dan Pengendalian, Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (BPMIGAS) di Bandung,Kamis (21/10). Mardiasmo menjelaskan, inventarisasi akan dilakukan secara menyeluruh, mulai jenis, jumlah, posisi, dan nilai aset tersebut. Hasil kaji ulang itu akan memastikan nilai aset yang masuk laporan keuangan pemerintah pusat (LKPP) dan aset mana saja yang disclosure. Berdasarkan LKPP tahun 2008, aset negara yang digunakan dalam rangka kontrak kerja sama minyak bumi dan gas alam yang dikelola kontraktor KKS, sebesar Rp 290 triliun. Jumlah tersebut tidak termasuk tanah dan barang habis pakai. Aset tersebut terdiri dari aset produksi dan aset non produksi yang nilainya dihitung berdasarkan nilai perolehan dan tidak memperhitungkan nilai depresiasi.Hadir dalam pertemuan tersebut Kepala BPMIGAS, R. Priyono, Inspektur Jenderal Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Pudja Sunasa, dan Deputi Pengawasan dan Akuntabilitas Aparatur, Kementerian Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokasi, Herry Yana Sutisna. Kepala BP Migas, Priyono menjelaskan, BPMIGAS bersama BPKP, Kementerian Keuangan, dan Kementerian ESDM perlu membentuk satuan tugas Sistem Pengendalian Internal Pemerintah (SPIP) untuk pengawasan dan pengendalian sektor hulu migas yang lebih optimal. Hal ini mengingat besarnya penerimaan negara bukan pajak (PNBP) dan pajak penghasilan industri hulu migas yang nilainya mencapai 30 persen dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). "Tim tersebut juga akan menilai aset negara yang dikelola kontraktor," katanya. Selanjutnya Priyono mengungkapkan, tantangan eksternal yang dihadapi BPMIGAS semakin berat. Jumlah kontraktor meningkat tujuh persen per tahun, lapangan produksi yang sudah tua menyebabkan penurunan produksi terjadi secara alamiah sekitar tujuh sampai 12 persen per tahun, dan semangat membatasi cost recovery. Selain itu, euphoria otonomi daerah, semakin ketatnya aturan lingkungan hidup, dan tumpang tindih lahan migas dengan sektor lain menjadi permasalahan yang timbul. "Namun, peningkatan kualitas sistem pengendalian manajemen yang menjadi tantangan internal tidak kalah penting untuk diselesaikan," katanya. Priyono menegaskan, BPMIGAS secara proaktif menghadapi resiko yang ada dan berupaya semaksimal mungkin menanggulangi semua tantangan dan permasalahan yang timbul. Menurutnya, peran BPMIGAS tidak berhenti hanya dengan ditaatinya aturan yang berlaku, BPMIGAS mesti menjadi katalisator untuk mempercepat proses peningkatan nilai tambah dan kinerja sektor hulu migas. Forum Komunikasi Pengawasan dan Pengendalian berlangsung selama dua hari diikuti ratusan pejabat BPMIGAS setingkat kepala dinas ke atas. Pertemuan yang baru pertama kali diselenggarakan tersebut bertujuan untuk memperdalam pemahaman tentang sistem pengendalian manajemen, serta sharing praktik-praktik terbaik pengawasan dan pengendalian dari beberapa instansi terkait. Gelaran kali ini mengusung tema "Peningkatan Akuntabilitas Pengelolaan Kegiatan Sektor Hulu Migas Melalui Sistem Pengendalian Manajemen yang Efektif".Sumber : BP Migas

Bagikan Ini!