Pengembangan Biofuel Perlu Insentif

Jumat, 5 Mei 2006 - Dibaca 16509 kali

"Insentif perlu untuk pengembangan biofuel di
saat-saat awal. Jadi tidak bersifat terus menerus,"
ujar Menteri ESDM Purnomo Yusgiantoro saat membuka
Seminar Nasional Biofuel, Jum'at (5/5) di Jakarta.
Hadir pada acara tersebut sejumlah pejabat
dilingkungan Departemen ESDM, Departemen Pertanian,
Departemen Perindustrian, Departemen Perhubungan
dsbnya.

Pada seminar tampil sebagai pembicara antara lain
Dirjen Listrik dan Pemanfaatan Energi,
Pratomo, Dirjen Perkebunan Departemen Pertanian,
Kepala PPPTMGB "LEMIGAS', Dirjen Perhubungan Darat,
Dirjen Migas, Dirut PT PLN, Dirut PT Elnusa, Kepala
PPPTMGB 'LEMIGAS', ITB, dan BPPT.

Insentif untuk mengembangkan biofuel, menurut Purnomo,
memang bersifat khusus. Mengingat, pelaku usaha dalam
biofuel akan banyak dari kalangan pengusaha nasional.
Selain itu di sisi hulu terkait dengan Departemen
Pertanian di sisi hilir terkait dengan departemen ESDM
cq. Ditjen Migas. Sedang di sisi antara hulu dengan
hilir terkait dengan Departemen Perindustrian dan
Departemen perdagangan.

Meski demikian, menurut Purnomo, pengembangan biofuel
tidak hanya berhubungan dengan masalah teknis namun
juga akan ditentukan dari sisi ekonomis. ''Artinya
aspek harga akan sangat mempengaruhi keberhasilan
komoditi biofuel ini,'' ujar Purnomo sembari
mengungkapkan bahwa sejauh ini permintaan insentif itu
belum begitu terlihat.

Ditambahkan di saat harga minyak mentah yang tinggi
seperti sekarang ini pengembangan biofuel memiliki
peluang yang bagus. Purnomo mengungkapkan saat ini
untuk memproduksi 1 liter biofuel dibutuhkan biaya
sekitar Rp 3250 hingga Rp 4000. ''Melihat hal ini
saya optimis sebenarnya biofuel ini memiliki peluang
besar memasuki pasar,'' papar Purnomo.

Menurut Direktur Pembinaan Usaha Hilir Migas Ditjen
Migas Erie Sudarmo yang mendampingi Purnomo saat
mengadakan konferensi pers mengungkapkan saat ini
pemerintah telah menetapkan SNI 04 - 7182 - 2006 yaitu
standar untuk bahan bakar subsitusi motor diesel (B -
100). Sedangkan SNI E - 100 masih dalam proses
penyusunan, untuk sementara sebagai acuan digunakan
spesifikasi sesuai American Standart Testing Material
(ASTM D4086).

''Disamping itu, Direktorat Jenderal Minyak dan Gas
Bumi telah menetapkan spesifikasi bahan bakar solar
dan bensin yang memperbolehkan penambahan maksimum 10%
volume biodiesel dan bioetanol untuk di pasarkan
dalam negeri,'' ujar Erie. Secara umum proses
pelaksanaannya sepenuhnya didasarkan pertimbangan
bisnis pelaku usaha.

Sedang menurut Kepala Badan Litbang Nenny Sri Utami
yang juga Ketua Panitia Seminar langkah-langkah yang
perlu dilakukan guna mempercepat pengembangan biofuel
antara lain adalah mengembangkan kebun energi (energy
plantation) yang diperuntukkan sebagai pemasok bahan
baku, mengintegrasikan pengembangan biodiesel dengan
kegiatan ekonomi masyarakat pedesaan dan industri
pengolahan biofuel.

Bagikan Ini!