Sekilas Tentang Coalbed Methane (CBM)
JAKARTA. Pengembangan Coalbed Methane (CBM) di Indonesia dilakukan atas kebijakan Pemerintah yang sudah dikeluarkan oleh Menteri ESDM sebagai terobosan atas menurunnya jumlah produksi minyak di Indonesia. Juga untuk membuktikan kebenaran dan menindak lanjuti hasil survei yang telah dilakukan oleh Konsultan Amerika (Stevens et al., 2001) tentang kemungkinan adanya potensi sumberdaya harapan CBM sebesar 337 tcf di Indonesia. Beberapa motivasi yang menjadi driver atas dilaksanakannya uji-coba pengembangan CBM di Indonesia meliputi:
- Kebijakan pemerintah untuk meningkatkan iklim investasi sebagai upaya pemulihan ekonomi nasional.
- Program langit biru sudah sangat mendesak untuk direalisasikan secara nasional.
- Meningkatnya konsumsi gas dunia harus diantisipasi dengan peningkatan pengusahaan gas alam secara komprehensif.
- Antisipasi kekurangan pasokan energi listrik di Sumatra Selatan pasca tahun 2008.
- Indonesia dengan potensi CBM yang sangat besar harus dapat dikerjakan oleh putra terbaik bangsa sendiri.
CBM adalah gas alam dengan dominan gas metana dan disertai oleh sedikit hidrokarbon lainnya dan gas non-hidrokarbon dalam batubara hasil dari beberapa proses kimia dan fisika. CBM sama seperti gas alam konvensional yang kita kenal saat ini, namun perbedaannya adalah CBM berasosiasi dengan batubara sebagai source rock dan reservoirnya. Sedangkan gas alam yang kita kenal saat ini, walaupun sebagian ada yang bersumber dari batubara, diproduksikan dari reservoir pasir, gamping maupun rekahan batuan beku.
Hal lain yang membedakan keduanya adalah cara penambangannya dimana reservoir CBM harus direkayasa terlebih dahulu sebelum gasnya dapat diproduksikan. Pengertian reservoir batubara masih baru dalam dunia perminyakan di CBM berasal dari material organik tumbuhan tinggi, melalui beberapa proses kimia dan fisika (dalam bentuk panas dan tekanan secara menerus) yang berubah menjadi gambut dan akhirnya terbentuk batubara. Selama berlangsungnya proses pemendaman dan pematangan, material organik akan mengeluarkan air, CO2, gas metana dan gas lainnya. Selain melalui proses kimia, CBM dapat terbentuk dari aktifitas bakteri metanogenik dalam air yang terperangkap dalam batubara khususnya lignit. CBM diproduksi dengan cara terlebih dahulu merekayasa batubara (sebagai reservoir) agar didapatkan cukup ruang sebagai jalan keluar gasnya. Proses rekayasa diawali dengan memproduksi air (dewatering) agar terjadi perubahan kesetimbangan mekanika. Setelah tekanan turun, gas batubara akan keluar dari matriks batubaranya. Gas metana kemudian akan mengalir melalui rekahan batubara (cleat) dan akhirnya keluar menuju lobang sumur. Puncak produksi CBM bervariasi antara 2 sampai 7 tahun. Sedangkan periode penurunan produksi decline) lebih lambat dari gas alam konvensional. CBM mempunyai multi guna antara lain dapat dijual langsung sebagai gas alam, dijadikan energi dan sebagai bahan baku industri. Eksploitasi CBM tidak akan merubah kualitas matrik batubara dan menguntungkan para penambang batubara, karena gas emisinya telah dimanfaatkan sehingga lapisan betubara tersebut menjadi aman untuk di tambang, selain itu CBM ini termasuk salah satu sumber energi yang ramah lingkungan. Sumber : http://www.lemigas.esdm.go.id
Bagikan Ini!