Tiga Lapangan Gas Beroperasi di Q1 2012

Senin, 21 Mei 2012 - Dibaca 2493 kali

JAKARTA -- Tiga lapangan gas dengan total potensi produksi sebesar 130 juta kaki kubik per hari (MMSCFD) telah mulai berproduksi di kwartal pertama tahun 2012. Ketiga lapangan tersebut adalah Lapangan APN E&F di Blok Offshore Northwest Java (ONWJ) dengan operator Pertamina Hulu Energi (PHE) ONWJ; Lapangan Wortel di Blok Sampang dengan operator Santos (Sampang) Ltd; dan Lapangan Tembang Subsea di Blok B dengan operator ConocoPhillips Indonesia.

"Lapangan-lapangan gas ini sudah mulai onstream di Q1 tahun 2012. Kita berharap proyek-proyek ini dapat memberikan tambahan pasokan gas untuk domestik," ujar Kepala Divisi Humas, Sekuriti, dan Formalitas Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Minyak dan Gas Bumi (BPMIGAS) Gde Pradnyana di Jakarta, Minggu (20/5).

Lapangan APN E&F dan Lapangan Tembang Subsea memproduksikan gas dengan potensi produksi masing-masing sebesar 50 MMSCFD dan 40 MMSCFD. Sedangkan potensi produksi dari Lapangan Wortel ditargetkan bisa mencapai 40 MMSCFD untuk gas, 500 bpd untuk minyak, dan 250 bpd untuk kondensat.

Diluar tiga lapangan gas tersebut, proyek hulu migas lain yang rampung di kwartal pertama tahun 2012 adalah pemasangan pipa penyalur minyak (transfer line) dari Lapangan Tampi, Blok Merangin Dua, di Musi Rawas, Sumatera Selatan. Lapangan yang dioperasikan oleh Kontraktor Kontrak Kerja Sama (Kontraktor KKS) Sele Raya Merangin Dua ini sebenarnya sudah mulai berproduksi di tahun 2010, hanya saja selama ini minyak dari Lapangan ini diangkut ke pelabuhan terdekat dengan menggunakan truk dan terbatasnya fasilitas jalan membuat pengangkutan sering mengalami kendala. Selesainya pemipaan ini diharapkan dapat menaikkan produksi minyak dari lapangan tersebut dari sebelumnya sekitar 1.300 bpd menjadi 1.900 bpd.

Gde menyampaikan penyelesaian proyek-proyek hulu migas tepat waktu merupakan kunci untuk segera menambah pasokan minyak dan gas nasional. BPMIGAS sebagai badan yang mengawasi bisnis hulu migas telah melakukan beberapa upaya untuk memastikan proyek dapat selesai tepat waktu. Misalnya saja, BPMIGAS telah membentuk Komite Manajemen Proyek dan Pemeliharaan Fasilitas produksi. Komite yang berisi 88 tenaga ahli dari BPMIGAS dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (Kontraktor KKS) ini bertugas memberikan masukan bagi BPMIGAS dalam membuat keputusan terkait pengawasan manajemen proyek dan kegiatan pemeliharaan fasilitas produksi. Komite ini akan membantu dan memberi masukan kepada BPMIGAS dalam pengambilan keputusan secara komprehensif. Dia akan menjadi forum "peer review" terhadap keputusan yang akan diambil oleh BPMIGAS atas usulan Kontraktor KKS. Tujuannya adalah untuk mencegah keterlambatan penyelesaian proyek dan pembengkakan biaya serta mengurangi unplanned shutdown.

Selain itu, secara internal, BPMIGAS juga telah membentuk dinas baru yang akan melakukan monitoring terhadap plan of development (POD) sehingga progres pelaksanaan proyek dapat dimonitor sedari awal.

Akan tetapi, di luar usaha-usaha tersebut, Gde menyampaikan kendala penyelesaian proyek sering kali berasal dari faktor eksternal. Untuk tahun ini, BPMIGAS telah mengidentifikasi bahwa masalah pembebasan lahan masih menjadi kendala utama penyelesaian proyek hulu migas tepat waktu. "Masalah ini tentunya tidak bisa selesai jika hanya ditangani oleh BPMIGAS. Kami mengharapkan semua stakeholder mendukung kami untuk menyelesaikan proyek-proyek hulu migas tepat waktu," ujarnya. (SF)

Bagikan Ini!