Mengkonversi Minyak Tanah, Mengalihkan Subsidi

Selasa, 1 Februari 2011 - Dibaca 7091 kali

JAKART -- Program konversi minyak gtanah ke LPG sudah berlangsung empat tahun. Ditargetkan program akan mencapai kondisi 'Zero-Kero' pada tahun 2012. Sehingga masih ada waktu dua tahun berjalan lagi untuk mencapai kondisi 'Zero-Kero' atau tidak ada lagi minyak tanah bersubsidi yang digunakan untuk memasak.

Pada akhir tahun 2011 semua minyak tanah yang dipasarkan tidak disubsidi atau dijual sesuai dengan nilai keekonomiannya. Program yang di saat awal banyak yang meragukan ini telah memberikan pelajaran berharga bagi Indonesia. Maklum program yang akan menjangkau sekitar 50 juta Kepala Keluarga miskin dan 2,6 juta Usaha Menengah Kecil pengguna minyak tanah di hampir seluruh wilayah Indonesia ini memang memiliki magnitude yang tergolong besar. Bukan hanya terkait dengan aspek ekonomi, namun juga berkaitan dengan aspek sosial dan budaya maupun teknis pelaksanaan konversi energi di lapangan.

Sejak mulai tahun 2007 hingga akhir 2010 sudah di salurkan LPG sebanyak sekitar 4.744 Ribu Metrik Ton. Sedang minyak tanah yang sudah berhasil ditarik mencapai sekitar 13.071 Ribu Kilo Liter. Penarikan minyak tanah yang selama ini disubsidi telah memberikan pengaruh ekonomi secara nyata bagi keuangan negara berupa penghematan dana subsidi. Secara total besaran nilai penghematan subsidi yang berhasil dilakukan hingga akhir 2010 mencapai Rp 25,21 Triliun.

Jika mencermati pelaksanaan program konversi dari tahun 2007 hingga 2010, tampak bahwa nilai penghematan semakin besar sesuai dengan bertambahnya jumlah penyaluran LPG dan penarikan Minyak Tanah. Saat awal dimulai tahun 2007, program ini memang masih mengalami defisit. Dari penyaluran LPG sebanyak 33 Ribu MT membutuhkan biaya paket konversi sebesar Rp 0,8 Triliun. Sedang penarikan Minyak Tanah sebesar 121 Ribu KL menghemat subsidi sebesar Rp 0,6 Triliun. Sehingga masih defisit sebesar Rp 0,2 Triliun.

Namun mulai tahun 2008, program konversi energi ini telah menghasilkan penghematan. Pada tahun 2008 jumlah atau volume LPG yang disalurkan mencapai 592 Ribu MT dengan biaya paket konversi sebesar Rp 3,62 Trilun. Sedang penarikan minyak tanah meningkat tajam mencapai 2.116 Ribu KL yang memberikan penghematan sebesar Rp 9,15 Triliun. Sehingga penghematan bersih yang berhasil dicapai sebesar Rp 5,53 Triliun.

Selanjutnya pada tahun 2009 telah disalurkan LPG sebesar 1.840 Ribu MT dengan biaya paket konversi Rp 5,87 Triliun. Sedang volume minyak tanah yang berhasil di tarik terus mengalami peningkatan tajam hingga lebih dua kali dibanding tahun sebelumnya sehngga mencapai 5.402 Ribu KL dengan biaya penghematan sebesar Rp 12,79 Triliun. Sehingga terdapat biaya penghematan program konversi sebesar Rp 6,92 Triliun.

Adapun tahun 2010, minyak tanah yang ditarik terus mengalami peningkatan mencapai 6.449 Ribu KL. Peningkatan volume minyak tanah yang berhasil ditarik terus bertambah karena jumlah pengguna LPG juga terus mengalami penambahan secara kumulatif. Berdasarkan jumlah minyak tanah yang ditarik ini biaya penghematan yang dihasilkan mencapai Rp 14,05 Triliun. Sedang biaya paket konversi menurun menjadi sebesar Rp 1,09 Triliun. Sehingga biaya penghematan bersih sebesar Rp 12,96 Triliun.

Berdasarkan gambaran tersebut, alokasi subsidi minyak tanah yang terus mengalami penurunan dari tahun ke tahun telah memberikan kelonggaran anggaran keuangan negara. Baik dari tekanan akibat ketergantungan pada harga minyak mentah dunia maupun peningkatan konsumsi BBM di dalam negeri. Selain itu, penghematan subsidi minyak tanah juga memberikan kelonggaran penambahan anggaran untuk sektor pendidikan, kesehatan maupun pembangunan infrastruktur guna mendorong peningkatan kesejahteraan masyarakat.

Alokasi untuk sektor pendidikan mengalami peningkatan yang tajam mulai tahun 2008. Hal ini seiring dengan semakin besarnya keinginan berbagai kalangan masyarakat yang menekankan pentingnya alokasi APBN mencapai 20 persen dari APBN. Sejak tahun 2008 itu pula penghematan subsidi minyak tanah setidaknya juga ikut menyumbang peningkatan alokasi untuk sektor Pendidikan. Berbagai program yang bertujuan meningkatkan kualitas pendidikan menjadi prioritas pembangunan.

Selain untuk mendukung pelaksanaan program wajib belajar pendidikan dasar sembilan tahun, program pendidikan menengah, pendidikan tinggi, pendidikan non formal peningkatan anggaran juga untk peningkatan mutu pendidik dan tenaga kependidikan. Untuk itulah telah dilakukan penyediaan Bantuan Operasional Sekolah (BOS) yang diwujudkan berupa pengadaan buku, besiswa bagi siswa miskin dan berprestasi, pengadaan peralatan laboratorium, perpustakaan,perbaikan ruang kelas maupun pembangunan ruang kelas baru.

Penghematan subsidi minyak tanah juga telah mendorong peningkatan alokasi pembiayaan pembangunan sektor Kesehatan. Sebagai gambaran tahun 2008, alokasi sektor Kesehatan mencapai Rp18.420,3 miliar yang diperuntukan pelaksanaan berbagai program antara lain berupa program obat dan perbekalan berupa peningkatan ketersediaan obat dan perbekalan kesehatan dan peningkatan pemerataan obat dan perbekalan kesehatan.

Selanjutnya, pada program upaya kesehatan perorangan, alokasi anggaran digunakan untuk membiayai berbagai kegiatan, diantaranya berupa pelayanan kesehatan bagi penduduk miskin di kelas III rumah sakit. Pada program kesehatan masyarakat berupa pelayanan kesehatan penduduk miskin di Puskesmas dan jaringannya, peningkatan pelayanan kesehatan dasar yang mencakup sekurangkurangnya promosi kesehatan, keluarga berencana, perbaikan gizi, kesehatan lingkungan, pemberantasan penyakit menular, dan pengobatan dasar serta peningkatan kesehatan ibu dan anak. Sedang dalam rangka pelaksanaan program pencegahan dan pemberantasan penyakit, alokasi anggaran akan digunakan untuk melaksanakan pencegahan dan penanggulangan faktor risiko, peningkatan imunisasi serta peningkatan surveillance epidemologi dan penanggulangan wabah.

Sektor Kesehatan juga menjadi pelaksana program program perbaikan gizi masyarakat berupa peningkatan pendidikan gizi masyarakat serta penanggulangan dan perbaikan gizi masyarakat. Selain itu alokasi untuk sektor Kesehatan juga ditujukan bagi pembiayaan program Jamkesmas (Jaminan Kesehatan Masyarakat).

Penghematan subsidi minyak tanah juga membuat alokasi pembangunan infrastruktur oleh pemerintah bisa dilakukan lebih leluasa. Untuk itulah sejak tahun 2008 hingga tahun 2010 sektor alokasi pembangunan infrastruktur mengalami kenaikan yang cukup nyata. Baik itu yang dilakukan pelaksanaannya oleh Kementerian Pekerjaan Umum, Perhubungan maupun intansi pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. Berbagai program pembangunan sektor infrastruktur yang menjadi prioriotas antara lain adalah pembangunan jalan dan jembatan Lintas Pulau Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, Bali, Nusa, Tenggara, Maluku, dan Papua, peningkatan jalan Lintas Timur Sumatera dan Pantai Utara Jawa. Selain itu juga untuk pengembangan dan pengelolaan jaringan irigasi, rawa dan jaringan pengairan lainnya, pengembangan, pengelolaan dan konservasi sungai, danau dan sumber air lainnya, pengendalian banjir dan pengamanan pantai, program penyediaan dan pengelolaan air baku, pengembangan perumahan. (AR)

Bagikan Ini!